Tak ada lagi
yang bisa kutuliskan kali ini. Namun aku tetap harus menulisnya. Menjadikan
semua yang kujalani kelak bisa kukenang lagi. Meski tulisanku nanti tidak bisa
ditemukan di halaman depan mesin pencari. Tak peduli, apakah ada yang singgah
dan tertarik membaca ceritaku kali ini.
Saat ini
adalah penghujung malam menyambut awal hari di bulan terakhir tahun ini. Awal
bulan yang akan menjadi penanda bertambahnya bilangan usiaku. Semua yang dapat
kuceritakan sudah kutuliskan di saat yang sama setahun lalu. Semua tentang
sejarah yang tak bisa kuubah. Sampai aku malu ketika membacanya berulang kali
karena tidak selayaknya orang yang menulis biografi. Aku sama sekali belum
punya prestasi. Bahkan, ketika diminta menulis penghargaan yang pernah diraih
ketika ku terpaksa mewakili kotaku untuk guru berprestasi, aku benar-benar tidak
bisa menuliskan apa-apa.
Saat itulah
aku menyesal, aku malu, aku mencoba menghitung hari yang sudah kujalani. Merenungi
dan bertanya pada diri, kuhabiskan untuk apa saja waktuku selama ini. Sementara
hari terus berganti, aku coba berkaca diri. Aku mulai memasang target-target yang
harus kucapai dalam perjalanan hidupku nanti. Aku sudah menanam niat untuk bisa
berbuat banyak pada profesi yang sudah kupilih.
Aku mulai
merencanakan dan akan berusaha fokus pada rencana-rencana itu. Walaupun aku tak
terlalu peduli pada hasil bagaimana nantinya yang kuperoleh, namun prosesnyalah
yang siap kunikmati. Kumulai dengan melengkapi dan mengurus kenaikan pangkat
yang begitu melelahkan. Kemudian memutuskan tetap mengambil kesempatan
mengikuti lomba guru berprestasi walau sisa waktu melengkapi hanya sehari.
Mencoba berinovasi semampuku di ruang-ruang kelas yang kuberi, belajar
bagaimana mendidik dengan hati. Tahap selanjutnya aku coba bermimpi berpartisipasi
dengan memasang niat bisa mendapat kesempatan mencharge ilmu pada beberapa
ajang ilmiah. Namun aku tetap tahu diri bahwa karyaku tak sehebat harapanku. Sementara
hari terus berganti, semua kujalani dalam senyap.
Akhirnya,
tibalah dipenghujung tahun ini. Aku begitu heran, ternyata Tuhan begitu mudah
mengabulkan. Aku yang hanya sedikit berusaha namun begitu banyak meminta.
Alhamdulillah, aku hanya bisa bersyukur, ternyata usahaku tak sia-sia.
Kurasakan November kali ini begitu berkah. Pertama aku bisa tergabung dengan
guru-guru hebat dalam ajang penilaian Olimpiade Nasional Inovasi Pembelajaran
(ONIP) Matematika di kota Yogyakarta.
Nikmat yang kudapat tak berhenti sampai disana, aku termasuk pemakalah yang dibiayai dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika III di kota yang sama.
Aku sangat senang karena bukan saja aku dapat
belajar banyak dari guru-guru hebat yang kutemui di kedua ajang ilmiah
tersebut, namun yang membuatku juga begitu bahagia karena bisa menjejakkan
kakiku lagi di kota tempatku menimba ilmu sekian tahun lalu. Kota yang penuh
kenangan.
Masih belum berhenti sampai disitu, Allah ternyata masih melimpahiku karuniaNya. Beberapa hari setelah pulang dari Yogyakarta. Tengah malam aku terbangun karena kurasakan hpku bergetar. Dilayar hp kulihat ada tanda bintang yang menunjukkan pesan belum kubaca. Sebuah pesan dari temanku, “selamat karyamu ke Jakarta”. Sejurus aku bingung, namun fikiranku tak sulit untuk mulai bisa mengingat kalau ini adalah hari pengumuman. Aku mendapatkan berita baik bahwa dari 3366 pengirim karya pada simposium online, karyaku menjadi satu dari 200 karya terbaik sebagai pemenang (akhirnya kemudian ditambah menjadi 250 karya). Karena itu juga, aku bisa bergabung dengan para guru berprestasi untuk memperingati acara puncak Hari Guru Nasional bersama Presiden RI di Istora Senayan Jakarta. Alhamdulillah juga, aku bisa membawa pulang laptop dan hadiah uang pembinaan yang lumayan.
Nikmat yang kudapat tak berhenti sampai disana, aku termasuk pemakalah yang dibiayai dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika III di kota yang sama.
Masih belum berhenti sampai disitu, Allah ternyata masih melimpahiku karuniaNya. Beberapa hari setelah pulang dari Yogyakarta. Tengah malam aku terbangun karena kurasakan hpku bergetar. Dilayar hp kulihat ada tanda bintang yang menunjukkan pesan belum kubaca. Sebuah pesan dari temanku, “selamat karyamu ke Jakarta”. Sejurus aku bingung, namun fikiranku tak sulit untuk mulai bisa mengingat kalau ini adalah hari pengumuman. Aku mendapatkan berita baik bahwa dari 3366 pengirim karya pada simposium online, karyaku menjadi satu dari 200 karya terbaik sebagai pemenang (akhirnya kemudian ditambah menjadi 250 karya). Karena itu juga, aku bisa bergabung dengan para guru berprestasi untuk memperingati acara puncak Hari Guru Nasional bersama Presiden RI di Istora Senayan Jakarta. Alhamdulillah juga, aku bisa membawa pulang laptop dan hadiah uang pembinaan yang lumayan.
Allah begitu sayang padaku. Sehari pulang
dari Jakarta, aku masih diberi keberkahan bulan November tahun ini, karena sk
kenaikan pangkat akhirnya bisa kuterima. Berkah november ini belum berakhir,
beberapa menit sebelum aku menuliskan cerita ini, Allah masih mengirimkan
rezekinya yang tak terduga. Aku mendapat penghargaan atas karya pembelajaranku
yang di upload pada sebuah web resmi pemerintah daerah. Malam ini juga aku ditelpon
panitia untuk mengambil dan membawa pulang segepok uang. Ah, ternyata mudah
bagi Allah untuk memberiku kado terindah. Kado yang kudapatkan pada bilangan
usiaku yang besok akan bertambah.
Catatan akhir tahunku kali ini akhirnya bisa kututup dengan manis, karena dari sekian peserta yang karyanya dipanggil ke Jakarta, karyaku termasuk dalam sedikit karya yang dimuat dalam prosiding nasional simposium guru. Selain itu, tak lama berselang aku juga mendapat kabar, kalau kedua karya yang kutampilkan di sendimat III juga terseleksi untuk dicetak dalam prosiding Sendimat. Alhamdulillah, Terima Kasih ya Allah. Fa bi ayyi ala'i rabbikuma tukazzibaan.
Tentu saja tak ada yang instan apalagi kebetulan, kawan.., karena semua yang kupetik akhir tahun ini adalah buah dari bibit yang kusemai di awal tahun, ku tanam di tengah tahun, dan kusiram dengan do’a sepanjang tahun. Kalau pinjam istilahnya pak Fathur Thok kawan ONIP 2015, adalah BTP (Bibit-Tanam-Panen). Tentu saja aku takkan puas sampai disini, karena reward yang kudapat memotivasiku untuk memupuk mimpi yang lebih besar lagi. Masih dalam senyap, aku mengukir mimpi itu dilangit dinding pengharapan. Semoga tahun depan, aku bisa menuliskan cerita yang lebih indah dari ini. Meski untuk kunikmati sendiri. (Banjarmasin, November menuju 1 Desember 2015)
Catatan akhir tahunku kali ini akhirnya bisa kututup dengan manis, karena dari sekian peserta yang karyanya dipanggil ke Jakarta, karyaku termasuk dalam sedikit karya yang dimuat dalam prosiding nasional simposium guru. Selain itu, tak lama berselang aku juga mendapat kabar, kalau kedua karya yang kutampilkan di sendimat III juga terseleksi untuk dicetak dalam prosiding Sendimat. Alhamdulillah, Terima Kasih ya Allah. Fa bi ayyi ala'i rabbikuma tukazzibaan.
Tentu saja tak ada yang instan apalagi kebetulan, kawan.., karena semua yang kupetik akhir tahun ini adalah buah dari bibit yang kusemai di awal tahun, ku tanam di tengah tahun, dan kusiram dengan do’a sepanjang tahun. Kalau pinjam istilahnya pak Fathur Thok kawan ONIP 2015, adalah BTP (Bibit-Tanam-Panen). Tentu saja aku takkan puas sampai disini, karena reward yang kudapat memotivasiku untuk memupuk mimpi yang lebih besar lagi. Masih dalam senyap, aku mengukir mimpi itu dilangit dinding pengharapan. Semoga tahun depan, aku bisa menuliskan cerita yang lebih indah dari ini. Meski untuk kunikmati sendiri. (Banjarmasin, November menuju 1 Desember 2015)





