Tak terasa besok sudah awal Desember
lagi. Seperti biasa aku akan
mengabadikan cerita dalam sebuah tulisan, dan aku tak peduli entah siapa yang
mau membacanya. Suatu saat, jika umurku panjang, aku hanya ingin bisa mengingat
kembali segala peristiwa yang kujalani sepanjang tahun ini. Dan jikapun tidak,
mungkin anak cucuku bisa menemukan
kisahku ini suatu hari nanti.
Besok adalah awal Desember,
dimana usiaku akan bertambah nilai digitnya, namun berkurang sejatinya. Aku
ingat ketika malam yang sama pada tahun kemarin, aku mengukir impian di dinding
langit pengharapan. Aku berusaha bermimpi setinggi bintang di langit, walaupun
toh akhirnya aku tak sanggup mencapai bintang namun setidaknya aku bisa terhenti
di bulan. Ah lebay banget ya..hehe. Tahun yang baru kujalani, seakan tahun yang
berjalan menuju mimpi dan aku begitu menikmati perjalanannya. Allah yang Maha
Pemurah, memberi lebih dari yang aku minta. Aku tak menyangka bahwa dalam tahun
ini bisa menginjakkan kaki dua kali di bumi Sulawesi, bahkan di bulan yang
sama. Di tahun yang sama ini juga, aku mendapat lagi tiket jalan-jalan di Jogja
bahkan sampai dua kali pula. Dan yang paling penting, tentu saja semuanya GRATIS. Selain itu, ada lagi kado manis yang dikirimkan untukku sebagai teman setiap perjalanananku.
Dimulai ketika aku ikut seleksi
peserta diklat PKB two in one yang diadakan p4tk matematika Yogyakarta. Dari
1300an peserta yang mengirim rancangan program ke panitia, aku terpilih sebagai
salah satu peserta beruntung yang mendapatkan tiket menimba ilmu di Yogyakarta
bersama 160 guru yang terbagi atas 40
guru SD/MI, 40 SMP/Mts, 40 SMA/MA dan 40 SMK. Kemenangan dalam
memperebutkan tiket belajar gratis ini membuat kami menjalaninya dengan rasa
syukur. Hari ketiga ramadhan sampai 10 hari setelahnya kami berada di kampus
p4tk matematika Yogyakarta. Meskipun dalam keadaan berpuasa, kami selalu
semangat, meskipun kadang-kadang kami hanya keluar ruang belajar beberapa menit
sebelum azan maghrib berkumandang. Selesai diklat PKB in 1 selama sepuluh hari,
kami pulang ke tempat masing-masing untuk kemudian diminta datang kembali pada PKB
in 2 membawa laporan penelitian sekaligus disajikan pada Seminar Nasional bulan November yang akan datang.
Berkumpul dengan kawan-kawan
hebat dari penjuru Aceh sampai pedalaman Papua, membuat motivasiku berlipat. Pulang
ke Kalimantan, aku terus memanfaatkan kesempatan dan mencoba peruntungan. Aku
punya prinsip lebih baik menyibukkan diri pada hal yang positif, daripada nanti
waktu kita habis untuk hal negatif dan sia-sia. Target pertama yang harus aku
selesaikan adalah menyusun portofolio dan makalah untuk lomba guru berprestasi
kemenag yang dipercayakan pimpinan dan kawan2 padaku. Walaupun sisa waktu
tinggal dua hari, aku beruntung karena sebagian besar portofolio sudah sempat
kususun sebelum aku berangkat ke Yogyakarta, jadi tinggal membereskan makalahnya
dan berbagai tandatangan pengesahan.
Beres urusan Gupres Kemenag, aku
berusaha mengejar beberapa even lain yang semuanya hampir deadline. Dari proposal
penelitian untuk lomba inovasi pembelajaran (inobel), berbarengan dengan proposal
untuk lomba inovasi pendidikan karakter bangsa (pendikarbang), kemudian satu
proposal yang sama dengan proposal pkb in 1 juga dikirimkan dengan harapan mendapat
dana hibah seamolec, selain itu satu media pembelajaran berbasis IT seadanya juga
kukirimkan ke panitia lomba BTIKP Provinsi, dan terakhir satu best practice yang sudah lama kusimpan
ikut kukirimkan pada hari terakhir pendaftaran lomba guru favorit yang diadakan
harian Radar Banjarmasin. Beberapa karya itu semuanya berbeda, namun ada sesuatu
yang sama, yaitu bahwa aku mengirimkan semuanya ke panitia lomba selalu di akhir
waktu atau bahkan di injury time.
Dengan beberapa even yang
berbarengan harus diselesaikan, sebagai manusia yang penuh keterbatasan tentu saja
hasilnya tak akan maksimal karena bisa dipastikan akan banyak yang kurang
fokus. Tentu saja aku tak bisa berharap semua akan berhasil. Tujuan utamaku hanya
berkarya, berusaha berpartisipasi, menjalani proses demi proses dan masalah
hasil biarlah kupasrahkan kepada Allah yang Maha Kuasa. Karena aku guru
madrasah yang jarang sekali punya
kesempatan bisa bersaing dengan guru-guru di luar kemenag, maka segala peluang
aku manfaatkan. Harapanku nama madrasah turut terangkat dan muncul bersama
deretan nama-nama peserta lain di bawah dinas pendidikan. Hati kecilku tetap
berharap dari beberapa bibit yang kusemai (masih meminjam filosofi MN yaitu
BTP) ada satu atau lebih yang bisa dipanen di akhir tahun. Semacam memasang
jebakan dimana2, siapa tahu ada ikan yang nyangkut, hee.
Singkat cerita, dari seluruh
peserta yang mengirimkan karya untuk inobel, terseleksi 300 orang yang masuk ke
babak seleksi berikutnya dan diundang ditiga region yaitu Bogor, Jogja dan
Makasar. Aku salah satu yang mendapat undangan gratis (tentu saja plus uang
saku) selama 3 hari untuk menggali ilmu dari juri2 hebat di Makasar. Belum
pulang dari makasar, aku mendapat lagi pengumuman bahwa karya inovasi pedikarbang
yang kubuat juga bisa masuk seleksi berikutnya. Karena itu, aku harus mengikuti
proses yang sama seperti halnya inobel di tempat yang juga sama seminggu
kemudian. Ini berarti bahwa aku harus balik ke Kalimantan hanya untuk mengambil
surat tugas untuk seminggu kemudian balik lagi ke Makasar. Begitulah, aku bisa
menginjakkan kaki di bumi Sulawesi, daerah yang sedikit banyak mempunyai
riwayat hubungan baik psikologis maupun kultur budaya dengan ayahku. Meskipun
akhirnya tak berapa lama diumumkan bahwa karyaku gagal masuk dalam 50 finalis
pendikarbang. Namun, aku bersyukur sudah bisa berkumpul kawan-kawan hebat dari
penjuru Nusantara di region Makasar tersebut, meski sebagian kawan yang kutemui
di sana juga pernah tergabung dalam beberapa even sebelumnya, seperti simposium
2015, pkb in 1, dan bahkan inobel seminggu yang lalu. Kalau jurinya bilang sih
4L (Loe Lagi..Loe Lagi, hehe)
Pulang Makasar, ada seabreg
tagihan yang menuntut diselesaikan. Aku sedikit agak kelimpungan. Bagaimana
susahnya berkonsentrasi menyelesaikan 2 laporan penelitian dalam waktu kurang
dari 2 bulan yaitu laporan penelitian inobel dan laporan penelitian PKB, di samping
tugas utamaku mengajar. Bayangkan, skripsi aja bisa sampai 6 bulan belum tentu
selesai. Well, akhirnya dengan penuh perjuangan laporan penelitian inobel yang
kubuat selesai juga, dan kukirim di hari-hari akhir waktu yang disediakan
panitia. Dan, ketika finalis inobel diumumkan, aku tetap bersyukur bahwa ternyata
karyaku menjadi bagian yang gagal (lagi, hee). Dengan begitu, aku tidak perlu
susah memilih antara ikut pkb in 2 di Yogya yang waktunya ternyata bersamaan. Aku
juga tetap senang karena tantanganku kali ini yang terpenting adalah bukan
berhasil atau tidak, namun bagaimana kita dapat terus bertahan menjalani
prosesnya sampai akhir. O’ya kegagalanku tidak hanya sampai di sana, dana yang
kuharapkan dari seamolec juga ternyata tak kudapatkan, hehe. Kegagalan untuk
kali kesekian tidak akan membuatku patah semangat, karena dari kegagalan kita
banyak mendapat pelajaran dan dari kegagalan kita berproses untuk mau belajar
lebih keras lagi. Namun aku tidak sepenuhnya gagal, walaupun tidak bisa juga
dikatakan berhasil. Untuk lomba guru berprestasi di bawah Kementerian Agama, aku
meraih juara 3 se Kalsel. Sebenarnya ada sedikit kekecewaan yang kurasakan dari
lomba ini, dan sudah pernah kuceritakan pada tulisanku sebelumnya. Jadi tak
perlu lagi panjang kuceritakan tentang hal ini. Selanjutnya apa kabar untuk
lomba BTIKP Kalsel? Hehe, aku ikut lomba ini hanya syarat cukup agar aku
dipanggil ikut belajar pada seminar tentang IT yang mereka gelar setiap tahun
sebagai salah satu rangkaian lomba. Dan targetku tercapai. Media pembelajaran
berbasis TIK seadanya yang kukirimkan di menit2 terakhir membuatku mendapat
tiket ikut workshop yang dilaksanakan mereka. That its.
Terakhir, aku akan ceritakan sedikit
tentang lomba guru favorit yang dilaksanakan koran harian Radar Banjarmasin
bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Kalsel. Lomba yang dilaksanakan
tahun 2016 ini adalah yang kedua dilaksanakan oleh harian tersebut, karena sebelumnya,
tepatnya tahun 2005, lomba serupa pernah dilaksanakan. Namun, kalau dulu juara
lomba murni ditentukan oleh polling, sehingga pemenangnya adalah yang memiliki
modal paling besar. Berbeda dengan penyelenggaraan tahun ini karena ada banyak
tahapan seleksi yang harus dijalani.
Aku mengirimkan best practice dengan tema pendidikan
yang berkualitas di hari terakhir. Judul tulisannya adalah ‘Matematika Hijau
sebagai Satu Upaya Pendidikan Karakter Berwawasan Lingkungan’. Sebenarnya
tulisan ini sudah pernah aku masukkan jurnal, karena memang tak ada syarat
apapun untuk karya yang dikirim. Setelah melewati seleksi administrasi berupa
makalah tersebut, kami dipanggil untuk menjalani tes tertulis dan wawancara.
Karena banyaknya peserta, tes ini
terbagi menjadi 3 hari, dan aku mendapat giliran hari pertama. Dari hasil tes
tertulis, wawancara, presentasi makalah, sampai contoh bagaimana mengajar, dipilih
10 nominasi untuk memasuki tahapan polling yang katanya juri, polling ini akan
menyumbang bobot 20% dari penilaian. Kupon polling bisa didapatkan setiap hari selama 3 bulan di
koran harian Radar Banjarmasin. Karena harus membeli koran untuk mendapatkan
kupon, maka aku fikir akan lumayan menguras kantong. Namun, untunglah aku
memiliki pimpinan, kawan-kawan, dan siswa-siswi yang sangat mendukungku
sehingga tak kusangka dalam 3 bulan tersebut banyak sekali polling yang datang atas
namaku. Selesai masa polling, aku cukup puas karena dengan modal sedikit aku berhasil
menempati urutan 3 polling terbanyak. Selanjutnya, selesai masa polling, kesepuluh
orang nominasi dipanggil lagi untuk menjalani interview final bersama kepala
dinas pendidikan provinsi Kalsel dan 3 juri lainnya yang semuanya adalah kepala
bidang di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi Kalsel. Ternyata, tiga merupakan
angka keberuntunganku tahun ini. Finally, lagi-lagi aku harus puas menempati posisi
3 guru favorit se Kalsel. Namun meskipun hanya di juara III, aku bisa tersenyum
lebar, sebab merasa akulah yang paling beruntung. Bagaimana tidak, tanpa modal yang
besar untuk polling, aku mendapatkan hadiah yang sama dengan juara 1 dan 2,
yaitu satu unit sepeda motor. Meski beda merk, namun aku bisa menghitung kalau
secara nominal akulah yang paling besar hadiahnya, karena selisih harga sepeda
motor yang kudapatkan tidak akan
sebanding dengan selisih harga polling yang mereka keluarkan. Dan untungnya
lagi, sepeda motor yang kudapatkan sudah bisa kubawa pulang dan kunikmati, saat
rekanku yang juara 1 dan 2, sampai tulisan ini kupublish, belum mendapatkan
sepeda motornya. Hal ini disebabkan hadiah untukku disediakan oleh harian Radar
Banjarmasin sedangkan hadiah untuk mereka disediakan oleh kantor Gubernuran dan
Dinas Pendidikan Provinsi yang tentu dikendala oleh rumitnya birokrasi. (Belakangan aku tahu kalau merk motornya akhirnya disamakan untuk juara 1, 2 dan 3...hee...)
Gambar: Saat acara puncak Hari Guru Nasional se Kalsel di Marabahan
Demikian, akhirnya tepat pada
hari guru 25 November yang lalu, aku membawa pulang sepeda motor baru sebagai hadiah
indah tak terduga bagi ulang tahunku besok hari. Lalu, apalagi yang bisa kita
dustakan sehingga kita bisa tidak bersyukur?
Sekali lagi, kisah ini kuceritakan hanya agar membantu memoriku suatu
saat nanti, syukur-syukur ada orang lain yang ikut termotivasi. Bahwa kegagalan
dalam setiap proses yang kita jalani adalah hal yang biasa, agar kita bisa memaknai
arti sebuah keberhasilan. Dan untuk setiap keberhasilan diperlukan sebuah kerja
keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas. Jangan takut bermimpi setinggi bintang,
karena meski engkau jatuh, engkau akan terhempas di bulan.. (sakit dong? ya iya
lah, hehe!)
Banjarmasin, Ujung
November menuju Desember 2016

