Untuk mempertahankan konsistensi
sebagai refleksi pencapaian setahun ini, aku memaksa diri untuk menulis. Kali
ini bukan tentang kehidupan karir dan dinamika dunia kerjaku seperti yang kutulis
tahun-tahun sebelumnya. Ini hanya tulisan kecil semacam parenting didasarkan
pada pengalaman sebagai orang tua. Semoga jika tulisan ini terbaca oleh
keluarga yang baru tumbuh atau oleh anak-anakku kelak saat mereka mempunyai
keluarga sendiri, bisa dijadikan pelajaran berharga. Pelajaran tentang
pentingnya dukungan dan doa orang tua dalam setiap pencapaian anak-anak nya.
Kami adalah sebuah keluarga besar yang memiliki 5 anak, 3 perempuan dan 2 laki-laki. Putri pertama kami Salsabila Azzahra, lahir di Barabai, 12 Mei 2002 saat ini sudah duduk di tingkat akhir yakni semester 7, Sekolah Vokasi IPB University jurusan Supervisor Jaminan Mutu Pangan. Putri kedua, Nadhira Zahra Aziza, lahir 9 Agustus 2006 saat aku tugas belajar di Yogyakarta. Sekarang telah duduk di kelas XII SMAN Banua, sekolah Bilingual and Boarding School. Saat ini dia sedang cuti akademik karena mengikuti pertukaran pelajar selama 10 bulan di Greenbrier, Tennessee, Amerika Serikat. Putra ketiga kami beri nama Fawwaz Ahmad Azzaidan, lahir di Banjarmasin tanggal 26 Oktober 2010, sekarang sudah duduk di kelas VIII SMPIT Hidayatul Qur’an Boarding School Banjarbaru. Putri keempat kami, Rania Izza Alesha, lahir 24 Juli 2018 sudah duduk di TK B, dan terakhir si bungsu kami Firaz Ahmad Azami, sudah lebih 2 tahun lahir tanggal 25 Oktober 2021 di Banjarmasin. Aku bangga memamerkan bahwa kami memiliki banyak anak. Karena semenjak program pemerintah Keluarga Berencana berhasil, sekarang sudah langka keluarga, apalagi yang keduanya bekerja, memiliki anak lebih dari dua. Kami selalu bersyukur, karena mereka adalah rezeki terbesar kami.
Memang, banyak orang tua yang tak sanggup berpisah dengan anaknya, namun karena kami sudah terbiasa juga kuliah di luar daerah maka kami tidak keberatan anak-anak studi keluar. Meski sebagai orang tua kekhawatiran pastilah selalu ada. Kata orang, setiap anak membawa jalan takdirnya masing-masing. Kita orang tua hanya membukakan jalan dan selebihnya mendoakan. Beberapa tahun lalu saat putri pertama kami lepaskan studi di luar pulau, memang masih tak terlalu berasa berat, karena setahun lebih kuliah masih dijalani secara online dari rumah. Setahun berikutnya putri kedua menyusul sekolah berasrama dan dilanjutkan tahun berikutnya putra ketiga kami juga masuk pondok modern. Saat tiga kakaknya menuntut ilmu jauh dari rumah, untung masih ada dua krucil yang bisa meramaikan seisi rumah dan masih sering mengganggu tidurku.
Kali ini aku akan menceritakan perjuangan putri kedua kami menggapai mimpinya, dan tahun ini pergi lebih jauh lagi, melintas batas sekat negara, benua bahkan agama, tanpa boleh sekalipun dikunjungi. Btw, meski bisa dikunjungipun sepertinya kami takkan mampu, hehe. Aku merasa penting menceritakannya karena pengalaman ini sangat melibatkan sisi mental spiritual kami sebagai orang tua. Kepergian anak kami mengikuti pertukaran pelajar ke Amerika melalui program KL-yes ini melewati proses yang tidak mudah, penuh perjuangan, harapan dan effort yang luar biasa. Proses yang menjadikan kami sangat yakin tiada daya upaya kecuali hanya pertolongan Allah yang menyebabkan semesta bekerja untuknya. Laa Haula Wa Laa Quwwata Illa Billah.
Bermuara dari mimpi besar yang dipupuknya dari kecil kemudian terus menerus diupayakan dan didoakan. Kata orang, setiap anak akan menemukan jalannya sendiri. Jangan patahkan impiannya. Kalimat “ Man Jadda Wajada” kali ini membuktikan keampuhannya. Anak keduaku ini, Nadhira, adalah anak yang berkemauan paling keras. Setiap yang diinginkannya, dengan berbagai jalan akan dia usahakan agar tercapai. Dan setiap yang tidak dia inginkan, kami orang tua meski dengan berbagai cara tetap sulit untuk membujuknya.
Anak keduaku ini, Nadhira, adalah anak yang berkemauan paling keras. Setiap yang diinginkannya, dengan berbagai jalan akan dia usahakan agar tercapai. Dan setiap yang tidak dia inginkan, kami orang tua meski dengan berbagai cara tetap sulit untuk membujuknya.
Kami sebagai orang tua hanya bisa menyemangati
bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau berusaha, selalu mendoakan
agar impiannya bisa tercapai. Kami katakan, “Nak kita bukan orang yang
berkelebihan, gaji mama abah mungkin tidak akan bisa cukup mewujudkan mimpimu
bisa belajar ke luar negeri namun pasti ada jalan jika kamu sungguh-sungguh. Kejar
impianmu, cari beasiswa, pelajari dan persiapkanlah sungguh-sungguh mulai
sekarang”.
Kloter terakhir di awal
September, adalah satu-satunya kesempatan tersisa untuk menuntaskan impiannya
tahun ini. Menunggu dengan harap-harap cemas, sampai deadline hampir berakhir,
anak kami masih belum juga dapat kepastian bisa diikutkan. Hopeless karena sisa
beberapa hari yang ditunggu itu, malah dikirimi email resmi berupa surat aktif
kembali sekolah sebagai persiapan jika sampai batas, dia tidak berhasil
dicarikan penempatan.
Nak, ternyata melewati jalan
panjang sampai ujung penantian seperti ini adalah cara Allah untuk menguji
seberapa panjang rasa sabar dan syukur kita. Cara Allah untuk mempertemukan
kamu dengan host family terbaik yang akhirnya kamu dapatkan saat ini.Thanks to
Allah SWT, volunteers and her host family.
Dalam kesyukuran usiaku hari ini
tak banyak lagi yang kuharapkan, aku tidak lagi berbicara tentang
mimpi-mimpiku, namun tentang impian anak-anakku yang kuharap terwujudkan. Saat
ini, aku titipkan anak-anak kami hanya dalam penjagaan-Mu ya Rabb. Doa terbaik
selalu mengiringi kalian dimanapun berada, sehat dan dimudahkan segalanya,
serta terpenting semoga selalu dalam perlindunganNya, terjaga selalu dalam iman
dan Islam. Aamiin ya Rabb.
Banjarmasin,
01 Desember 2023
