Jumat, 01 Desember 2023

*Kutitipkan Anak-anakku hanya dalam penjagaan-Mu ya Rabb*

 


Untuk mempertahankan konsistensi sebagai refleksi pencapaian setahun ini, aku memaksa diri untuk menulis. Kali ini bukan tentang kehidupan karir dan dinamika dunia kerjaku seperti yang kutulis tahun-tahun sebelumnya. Ini hanya tulisan kecil semacam parenting didasarkan pada pengalaman sebagai orang tua. Semoga jika tulisan ini terbaca oleh keluarga yang baru tumbuh atau oleh anak-anakku kelak saat mereka mempunyai keluarga sendiri, bisa dijadikan pelajaran berharga. Pelajaran tentang pentingnya dukungan dan doa orang tua dalam setiap pencapaian anak-anak nya.

 Kami adalah sebuah keluarga besar yang memiliki 5 anak, 3 perempuan dan 2 laki-laki. Putri pertama kami Salsabila Azzahra, lahir di Barabai, 12 Mei 2002 saat ini sudah duduk di tingkat akhir yakni semester 7, Sekolah Vokasi IPB University jurusan Supervisor Jaminan Mutu Pangan. Putri kedua, Nadhira Zahra Aziza, lahir 9 Agustus 2006 saat aku tugas belajar di Yogyakarta. Sekarang telah  duduk di kelas XII SMAN Banua, sekolah Bilingual and Boarding School. Saat ini dia sedang cuti akademik karena mengikuti pertukaran pelajar selama 10 bulan di Greenbrier, Tennessee, Amerika Serikat.  Putra ketiga kami beri nama Fawwaz Ahmad Azzaidan, lahir di Banjarmasin tanggal 26 Oktober 2010, sekarang sudah duduk di kelas VIII SMPIT Hidayatul Qur’an Boarding School Banjarbaru. Putri keempat kami, Rania Izza Alesha, lahir 24 Juli 2018 sudah duduk di TK B, dan terakhir si bungsu kami Firaz Ahmad Azami, sudah lebih 2 tahun lahir tanggal 25 Oktober 2021 di Banjarmasin. Aku bangga memamerkan bahwa kami memiliki banyak anak. Karena semenjak program pemerintah Keluarga Berencana berhasil, sekarang sudah langka keluarga, apalagi yang keduanya bekerja, memiliki anak lebih dari dua. Kami selalu bersyukur, karena mereka adalah rezeki terbesar kami.

 Memang, banyak orang tua yang tak sanggup berpisah dengan anaknya, namun karena kami sudah terbiasa juga kuliah di luar daerah maka kami tidak keberatan anak-anak studi keluar. Meski sebagai orang tua kekhawatiran pastilah selalu ada. Kata orang, setiap anak membawa jalan takdirnya masing-masing. Kita orang tua hanya membukakan jalan dan selebihnya mendoakan. Beberapa tahun lalu saat putri pertama kami lepaskan studi di luar pulau, memang masih tak terlalu berasa berat, karena setahun lebih  kuliah masih dijalani secara online dari rumah. Setahun berikutnya putri kedua menyusul sekolah berasrama dan dilanjutkan tahun berikutnya putra ketiga kami juga masuk pondok modern. Saat tiga kakaknya menuntut ilmu jauh dari rumah, untung masih ada dua krucil yang bisa meramaikan seisi rumah dan masih sering mengganggu tidurku.

 Kali ini aku akan menceritakan perjuangan putri kedua kami menggapai mimpinya, dan tahun ini pergi  lebih jauh lagi, melintas batas sekat negara, benua bahkan agama, tanpa boleh sekalipun dikunjungi. Btw, meski bisa dikunjungipun sepertinya kami takkan mampu, hehe. Aku merasa penting menceritakannya karena pengalaman ini sangat melibatkan sisi mental spiritual kami sebagai orang tua. Kepergian anak kami mengikuti pertukaran pelajar ke Amerika melalui program KL-yes ini melewati proses yang tidak mudah, penuh perjuangan, harapan dan effort yang luar biasa. Proses yang menjadikan kami sangat yakin tiada daya upaya kecuali hanya pertolongan Allah yang menyebabkan semesta bekerja untuknya. Laa Haula Wa Laa Quwwata Illa Billah.

 Bermuara dari mimpi besar yang dipupuknya dari kecil kemudian terus menerus diupayakan dan didoakan. Kata orang, setiap anak akan menemukan jalannya sendiri. Jangan patahkan impiannya. Kalimat “ Man Jadda Wajada” kali ini membuktikan keampuhannya. Anak keduaku ini, Nadhira, adalah anak yang berkemauan paling keras. Setiap yang diinginkannya, dengan berbagai jalan akan dia usahakan agar tercapai. Dan setiap yang tidak dia inginkan, kami orang tua meski dengan berbagai cara tetap sulit untuk membujuknya. 


Anak keduaku ini, Nadhira, adalah anak yang berkemauan paling keras. Setiap yang diinginkannya, dengan berbagai jalan akan dia usahakan agar tercapai. Dan setiap yang tidak dia inginkan, kami orang tua meski dengan berbagai cara tetap sulit untuk membujuknya.

 Suatu hari, aku pernah bertanya dengan heran saat anakku setiap beli baju selalu membeli yang berbahan tebal padahal daerah kami tinggal adalah daerah yang panas. Dengan santai dia bilang buat persiapan ke luar negeri. Juga setiap dia melihat foto-foto exotic yang terpampang di media sosial dengan latar di luar negeri, maka dia akan menyebut bahwa dia pun suatu saat akan memamerkan foto yang serupa berlatar di luar negeri. Begitulah dia memupuk impiannya.

 Setiap dia utarakan dan dengungkan selalu tentang impiannya itu, kami hanya bisa menyahut dengan sebuah do'a agar tercapai apa yang dicita-citakannya. Bahkan ketika kami sarankan masuk SMAN nya sekarang, dia minta orangtuanya pastikan lebih dulu kalau nanti dia bisa memperoleh ijin jika dia akan meng-apply pertukaran pelajar ke luar negeri. Untung saat itu wakakurnya temanku, heh, jadi dia meyakinkan bahwa bisa difasilitasi jika dia berhasil nanti.

Kami sebagai orang tua hanya bisa menyemangati bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau berusaha, selalu mendoakan agar impiannya bisa tercapai. Kami katakan, “Nak kita bukan orang yang berkelebihan, gaji mama abah mungkin tidak akan bisa cukup mewujudkan mimpimu bisa belajar ke luar negeri namun pasti ada jalan jika kamu sungguh-sungguh. Kejar impianmu, cari beasiswa, pelajari dan persiapkanlah sungguh-sungguh mulai sekarang”.

 Namun menggapai mimpi besar tentu saja melalui jalan yang tidak mudah. Kalimat sakti, 'kesempatan tidak datang dua kali', hanya berlaku bagi sebagian orang, termasuk Nade. Karena ada teman seangkatannya yang justru bisa mendapatkan dua kali kesempatan untuk mendaftar program yang sama. Program beasiswa yang mensyaratkan lahir antara 15 Januari sampai 1 Agustus di tahun berikutnya, menyebabkan saat duduk di SMA tahun pertama, anakku tidak bisa ikut mendaftar karena usia masih kurang 9 hari.

 Di tahun kedua, kesempatan satu-satunya tiba. Berhasil melewati bermacam seleksi panjang dari tingkat chapter, Nasional sampai seleksi tingkat Internasional, namun ternyata belum juga menjamin bisa langsung melenggang ke USA, kecuali sudah ada host family yang mau menerima. Karena program ini dalam rangka pertukaran budaya tanpa memandang suku, ras dan agama, jadi harus ditempatkan di penduduk asli sana.

 Saat dua tahap keberangkatan sudah memberangkatkan 80% peserta lulus, namun anakku masuk sisa yang belum bisa berangkat karena belum memperoleh penempatan. Gundah gulananya dalam ketidakpastian bisa kami rasakan. Sebagai orang tua, kami hanya bisa terus mendoakan, sambil terus memberi penguatan untuknya terus menjaga harapan dalam kesabaran dan kesyukuran.

Kloter terakhir di awal September, adalah satu-satunya kesempatan tersisa untuk menuntaskan impiannya tahun ini. Menunggu dengan harap-harap cemas, sampai deadline hampir berakhir, anak kami masih belum juga dapat kepastian bisa diikutkan. Hopeless karena sisa beberapa hari yang ditunggu itu, malah dikirimi email resmi berupa surat aktif kembali sekolah sebagai persiapan jika sampai batas, dia tidak berhasil dicarikan penempatan.

 Dalam ketidaknyamanan melihat anak kami gelisah menanti satu episode akhir perjuangannya mengejar mimpi, dengan segala cara kami merayu Allah Ta'ala. Melangitkan segala harapan dan hajat yang kami yakin akan terwujudkan di waktu yang tepat dan terbaik. Dari mulai sedekah sampai shalat malam dengan khusyuk di depan koper yang sudah lama disiapkan, sedang pemiliknya masih diharuskan kembali sekolah dulu di asrama sambil menunggu kepastian keberangkatan. Hanya itu yang bisa kami lakukan untuk membantu para volunteers di USA sana bekerja mencarikan penempatan dan mewujudkan impian anak kami yang sudah membumbung tinggi.

 Dan finally, Alhamdulillah dua hari sebelum batas harapan itu pupus, kami diberikan kabar baik. Placement report yang sangat dinantikan.

Nak, ternyata melewati jalan panjang sampai ujung penantian seperti ini adalah cara Allah untuk menguji seberapa panjang rasa sabar dan syukur kita. Cara Allah untuk mempertemukan kamu dengan host family terbaik yang akhirnya kamu dapatkan saat ini.Thanks to Allah SWT, volunteers and her host family.

 
Dalam kesyukuran usiaku hari ini tak banyak lagi yang kuharapkan, aku tidak lagi berbicara tentang mimpi-mimpiku, namun tentang impian anak-anakku yang kuharap terwujudkan. Saat ini, aku titipkan anak-anak kami hanya dalam penjagaan-Mu ya Rabb. Doa terbaik selalu mengiringi kalian dimanapun berada, sehat dan dimudahkan segalanya, serta terpenting semoga selalu dalam perlindunganNya, terjaga selalu dalam iman dan Islam. Aamiin ya Rabb.

 

Banjarmasin, 01 Desember 2023