Minggu, 01 Desember 2024

Setiap masa punya cerita


Hari ini, 1 Desember, kembali menyapa.  Seolah waktu berlari meninggalkan jejak cerita. Banyak peristiwa yang telah terukir, membawa pelajaran dalam setiap langkahku. Roda terus berputar. Meski tak sesulit yang dibayangkan namun tak semudah  yang dikehendaki. Soal tak dihargai, disalahpahami itu sudah biasa terjadi. Namun aku tak mau berhenti.  Terus berusaha berbuat untuk memberikan yang terbaik. Karena sejatinya bukan penghargaan manusia yang dicari. Ketika kita terus melangkah, bahkan saat tidak ada penghargaan dalam bentuk sorak-sorai tepuk tangan ataupun mahkota kebesaran bernama jabatan itulah sebenar-benarnya pengabdian.

Kawan, tugas kita sebagai seorang guru adalah tugas pengabdian. Memberikan yang terbaik dari diri kita untuk orang lain itu keharusan. Dalam perjalanan itu, mungkin kita sering merasa kecewa dan dikecewakan. Namun alangkah indahnya mengingat bahwa ada Allah yang tidak pernah meninggalkan hamba-Nya. Dalam setiap peristiwa yang menurut kita mengecewakan. Allah menyimpan rencana indah yang mungkin belum kita pahami. Karenanya tetaplah kita berbaik sangka. Sebab itu seringkali menjadi pintu menuju sesuatu yang lebih besar, lebih baik, dan lebih sesuai dengan apa yang kita butuhkan.

Jika percaya dengan kalimat Allah "Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan" maka, tak kan ada lagi yang namanya kecewa dengan manusia.
Jika segala sesuatu yang kita lakukan hanya semata kita anggap ibadah, maka penghargaan manusia tidak lagi menjadi tujuan. Dunia mungkin tidak melihatnya, tetapi Allah selalu mengetahuinya. Ketika satu pintu kebaikan tertutup, Allah sudah siapkan gantinya dengan sesuatu yang jauh lebih indah. Maka kehilangan akan menjadi peluang, luka akan menjadi pelajaran, dan pengorbanan akan berbuah kemuliaan. Semua itu adalah bagian dari rencana-Nya, membimbing untuk terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

Perjuangan masih panjang, masih banyak yang bisa dilakukan dalam setiap perannya. Dalam pengabdian panjang ini, tugas kita hanya berbuat yang terbaik bagi diri sendiri dan orang lain, sisanya percayakan Allah pasti akan memberikan yang terbaik buat kita.

Jumat, 01 Desember 2023

*Kutitipkan Anak-anakku hanya dalam penjagaan-Mu ya Rabb*

 


Untuk mempertahankan konsistensi sebagai refleksi pencapaian setahun ini, aku memaksa diri untuk menulis. Kali ini bukan tentang kehidupan karir dan dinamika dunia kerjaku seperti yang kutulis tahun-tahun sebelumnya. Ini hanya tulisan kecil semacam parenting didasarkan pada pengalaman sebagai orang tua. Semoga jika tulisan ini terbaca oleh keluarga yang baru tumbuh atau oleh anak-anakku kelak saat mereka mempunyai keluarga sendiri, bisa dijadikan pelajaran berharga. Pelajaran tentang pentingnya dukungan dan doa orang tua dalam setiap pencapaian anak-anak nya.

 Kami adalah sebuah keluarga besar yang memiliki 5 anak, 3 perempuan dan 2 laki-laki. Putri pertama kami Salsabila Azzahra, lahir di Barabai, 12 Mei 2002 saat ini sudah duduk di tingkat akhir yakni semester 7, Sekolah Vokasi IPB University jurusan Supervisor Jaminan Mutu Pangan. Putri kedua, Nadhira Zahra Aziza, lahir 9 Agustus 2006 saat aku tugas belajar di Yogyakarta. Sekarang telah  duduk di kelas XII SMAN Banua, sekolah Bilingual and Boarding School. Saat ini dia sedang cuti akademik karena mengikuti pertukaran pelajar selama 10 bulan di Greenbrier, Tennessee, Amerika Serikat.  Putra ketiga kami beri nama Fawwaz Ahmad Azzaidan, lahir di Banjarmasin tanggal 26 Oktober 2010, sekarang sudah duduk di kelas VIII SMPIT Hidayatul Qur’an Boarding School Banjarbaru. Putri keempat kami, Rania Izza Alesha, lahir 24 Juli 2018 sudah duduk di TK B, dan terakhir si bungsu kami Firaz Ahmad Azami, sudah lebih 2 tahun lahir tanggal 25 Oktober 2021 di Banjarmasin. Aku bangga memamerkan bahwa kami memiliki banyak anak. Karena semenjak program pemerintah Keluarga Berencana berhasil, sekarang sudah langka keluarga, apalagi yang keduanya bekerja, memiliki anak lebih dari dua. Kami selalu bersyukur, karena mereka adalah rezeki terbesar kami.

 Memang, banyak orang tua yang tak sanggup berpisah dengan anaknya, namun karena kami sudah terbiasa juga kuliah di luar daerah maka kami tidak keberatan anak-anak studi keluar. Meski sebagai orang tua kekhawatiran pastilah selalu ada. Kata orang, setiap anak membawa jalan takdirnya masing-masing. Kita orang tua hanya membukakan jalan dan selebihnya mendoakan. Beberapa tahun lalu saat putri pertama kami lepaskan studi di luar pulau, memang masih tak terlalu berasa berat, karena setahun lebih  kuliah masih dijalani secara online dari rumah. Setahun berikutnya putri kedua menyusul sekolah berasrama dan dilanjutkan tahun berikutnya putra ketiga kami juga masuk pondok modern. Saat tiga kakaknya menuntut ilmu jauh dari rumah, untung masih ada dua krucil yang bisa meramaikan seisi rumah dan masih sering mengganggu tidurku.

 Kali ini aku akan menceritakan perjuangan putri kedua kami menggapai mimpinya, dan tahun ini pergi  lebih jauh lagi, melintas batas sekat negara, benua bahkan agama, tanpa boleh sekalipun dikunjungi. Btw, meski bisa dikunjungipun sepertinya kami takkan mampu, hehe. Aku merasa penting menceritakannya karena pengalaman ini sangat melibatkan sisi mental spiritual kami sebagai orang tua. Kepergian anak kami mengikuti pertukaran pelajar ke Amerika melalui program KL-yes ini melewati proses yang tidak mudah, penuh perjuangan, harapan dan effort yang luar biasa. Proses yang menjadikan kami sangat yakin tiada daya upaya kecuali hanya pertolongan Allah yang menyebabkan semesta bekerja untuknya. Laa Haula Wa Laa Quwwata Illa Billah.

 Bermuara dari mimpi besar yang dipupuknya dari kecil kemudian terus menerus diupayakan dan didoakan. Kata orang, setiap anak akan menemukan jalannya sendiri. Jangan patahkan impiannya. Kalimat “ Man Jadda Wajada” kali ini membuktikan keampuhannya. Anak keduaku ini, Nadhira, adalah anak yang berkemauan paling keras. Setiap yang diinginkannya, dengan berbagai jalan akan dia usahakan agar tercapai. Dan setiap yang tidak dia inginkan, kami orang tua meski dengan berbagai cara tetap sulit untuk membujuknya. 


Anak keduaku ini, Nadhira, adalah anak yang berkemauan paling keras. Setiap yang diinginkannya, dengan berbagai jalan akan dia usahakan agar tercapai. Dan setiap yang tidak dia inginkan, kami orang tua meski dengan berbagai cara tetap sulit untuk membujuknya.

 Suatu hari, aku pernah bertanya dengan heran saat anakku setiap beli baju selalu membeli yang berbahan tebal padahal daerah kami tinggal adalah daerah yang panas. Dengan santai dia bilang buat persiapan ke luar negeri. Juga setiap dia melihat foto-foto exotic yang terpampang di media sosial dengan latar di luar negeri, maka dia akan menyebut bahwa dia pun suatu saat akan memamerkan foto yang serupa berlatar di luar negeri. Begitulah dia memupuk impiannya.

 Setiap dia utarakan dan dengungkan selalu tentang impiannya itu, kami hanya bisa menyahut dengan sebuah do'a agar tercapai apa yang dicita-citakannya. Bahkan ketika kami sarankan masuk SMAN nya sekarang, dia minta orangtuanya pastikan lebih dulu kalau nanti dia bisa memperoleh ijin jika dia akan meng-apply pertukaran pelajar ke luar negeri. Untung saat itu wakakurnya temanku, heh, jadi dia meyakinkan bahwa bisa difasilitasi jika dia berhasil nanti.

Kami sebagai orang tua hanya bisa menyemangati bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau berusaha, selalu mendoakan agar impiannya bisa tercapai. Kami katakan, “Nak kita bukan orang yang berkelebihan, gaji mama abah mungkin tidak akan bisa cukup mewujudkan mimpimu bisa belajar ke luar negeri namun pasti ada jalan jika kamu sungguh-sungguh. Kejar impianmu, cari beasiswa, pelajari dan persiapkanlah sungguh-sungguh mulai sekarang”.

 Namun menggapai mimpi besar tentu saja melalui jalan yang tidak mudah. Kalimat sakti, 'kesempatan tidak datang dua kali', hanya berlaku bagi sebagian orang, termasuk Nade. Karena ada teman seangkatannya yang justru bisa mendapatkan dua kali kesempatan untuk mendaftar program yang sama. Program beasiswa yang mensyaratkan lahir antara 15 Januari sampai 1 Agustus di tahun berikutnya, menyebabkan saat duduk di SMA tahun pertama, anakku tidak bisa ikut mendaftar karena usia masih kurang 9 hari.

 Di tahun kedua, kesempatan satu-satunya tiba. Berhasil melewati bermacam seleksi panjang dari tingkat chapter, Nasional sampai seleksi tingkat Internasional, namun ternyata belum juga menjamin bisa langsung melenggang ke USA, kecuali sudah ada host family yang mau menerima. Karena program ini dalam rangka pertukaran budaya tanpa memandang suku, ras dan agama, jadi harus ditempatkan di penduduk asli sana.

 Saat dua tahap keberangkatan sudah memberangkatkan 80% peserta lulus, namun anakku masuk sisa yang belum bisa berangkat karena belum memperoleh penempatan. Gundah gulananya dalam ketidakpastian bisa kami rasakan. Sebagai orang tua, kami hanya bisa terus mendoakan, sambil terus memberi penguatan untuknya terus menjaga harapan dalam kesabaran dan kesyukuran.

Kloter terakhir di awal September, adalah satu-satunya kesempatan tersisa untuk menuntaskan impiannya tahun ini. Menunggu dengan harap-harap cemas, sampai deadline hampir berakhir, anak kami masih belum juga dapat kepastian bisa diikutkan. Hopeless karena sisa beberapa hari yang ditunggu itu, malah dikirimi email resmi berupa surat aktif kembali sekolah sebagai persiapan jika sampai batas, dia tidak berhasil dicarikan penempatan.

 Dalam ketidaknyamanan melihat anak kami gelisah menanti satu episode akhir perjuangannya mengejar mimpi, dengan segala cara kami merayu Allah Ta'ala. Melangitkan segala harapan dan hajat yang kami yakin akan terwujudkan di waktu yang tepat dan terbaik. Dari mulai sedekah sampai shalat malam dengan khusyuk di depan koper yang sudah lama disiapkan, sedang pemiliknya masih diharuskan kembali sekolah dulu di asrama sambil menunggu kepastian keberangkatan. Hanya itu yang bisa kami lakukan untuk membantu para volunteers di USA sana bekerja mencarikan penempatan dan mewujudkan impian anak kami yang sudah membumbung tinggi.

 Dan finally, Alhamdulillah dua hari sebelum batas harapan itu pupus, kami diberikan kabar baik. Placement report yang sangat dinantikan.

Nak, ternyata melewati jalan panjang sampai ujung penantian seperti ini adalah cara Allah untuk menguji seberapa panjang rasa sabar dan syukur kita. Cara Allah untuk mempertemukan kamu dengan host family terbaik yang akhirnya kamu dapatkan saat ini.Thanks to Allah SWT, volunteers and her host family.

 
Dalam kesyukuran usiaku hari ini tak banyak lagi yang kuharapkan, aku tidak lagi berbicara tentang mimpi-mimpiku, namun tentang impian anak-anakku yang kuharap terwujudkan. Saat ini, aku titipkan anak-anak kami hanya dalam penjagaan-Mu ya Rabb. Doa terbaik selalu mengiringi kalian dimanapun berada, sehat dan dimudahkan segalanya, serta terpenting semoga selalu dalam perlindunganNya, terjaga selalu dalam iman dan Islam. Aamiin ya Rabb.

 

Banjarmasin, 01 Desember 2023

 

Kamis, 01 Desember 2022

 

BERTEKAD LEBIH BAIK, BERBUAH LEBIH MANFAAT




Pepatah Arab mengatakan “qoyyidul ilma bil kitab; ikatlah ilmu dengan tulisan”. Adagium Latin mengajarkan “verba volant, scripta manent; perkataan terbang, tulisan menetap”. Guru, sebagai orang yang digugu dan ditiru adalah role model bagi siswanya. Sebelum mengajak siswa terbiasa menulis, guru sudah harus terbiasa menulis terlebih dahulu. Menulis seharusnya tidak hanya diajarkan oleh guru  bahasa saja, namun guru matematika yang notabene lebih banyak mengajarkan  angka, bisa menjadi terasa istimewa bagi siswa jika pandai juga mengolah kata.

Disela waktu bekerja sambil mengurus keluarga dengan 5 anak, aku terus berusaha menyempatkan waktu untuk menulis. Meski hanya setahun sekali seperti ini.  Jejak kepenulisan kuceritakan kembali, hanya sebagai sebuah motivasi diri, syukur-syukur bisa jadi inspirasi bagi siapapun nanti.

Selain menulis cerita ringan  di blog pribadi, karya tulis ilmiah yang kubuat pertama kali berbuah manis di tahun 2015. Saat tulisan yang kukirim didaulat sebagai pemenang bersaing dengan 3366 pengirim lain dalam acara Simposium Guru dan Tenaga Kependidikan, yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini membuatku bisa berdiri bersama guru berprestasi lainnya untuk merayakan Hari Guru Nasional di Jakarta bersama Presiden RI. Penghargaan yang didapat inilah yang jadi triggerku hingga termotivasi untuk terus menulis dan berkarya.

Selama menjadi guru, beberapa tulisan sudah dipublikasikan dalam bentuk buku, jurnal maupun seminar-seminar. Dari seleksi menulis juga aku beruntung meraih juara 2 guru Favorit pada even yang diselenggarakan oleh harian daerah Radar       Banjar bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan di Tahun 2016

Sebuah tekad sederhana yaitu “tulis apa yang kamu lakukan, dan lakukan apa yang kamu tuliskan” menjadi dorongan untukku dalam berbuat. Salah satu kegiatan saat pandemi lalu yang pernah kulakukan bersama teman-teman bertajuk “Gerakan Peduli APD Melawan Covid 19”. Kegiatan yang bertujuan membantu para tenaga kesehatan yang kekurangan alat pelindung diri (APD) ini banyak mendapatkan sambutan dari masyarakat. Agar jadi peristiwa sejarah yang terabadikan maka kemudian kutuliskan. Dan ternyata tulisan ini menghantarkan sebuah penghargaan dengan label “Guru Berdedikasi” tahun 2020 yang diberikan oleh PGRI Kalimantan Selatan.

Pengamalan hadis “sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya” membuatku juga rela disibukkan dengan aktifitas sebagai pengurus di beberapa organisasi profesi, baik tingkat Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan selatan sampai Nasional. Tercatat sebagai Korwil pada Pengurus Pusat Perkumpulan Matematika Nusantara (MN), Ketua MGMP Matematika MA Provinsi Kalimantan Selatan, dan Wakil Ketua APKS Matematika PGRI Prov. Kalsel. Selain itu, aktifitas sebagai Waka Bidang Akademik di madrasah yang sudah menginjak tahun ke-5. Hal di atas tentu membawa konsekuensi mengharuskan keterlibatan baik langsung maupun tidak pada beberapa kegiatan pengembangan profesi guru. Sering meng’awaki baik sebagai panitia ataupun narasumber, diminta berbagi baik di forum MGMP maupun di madrasah lain. Jejak  sepak terjang di dunia keprofesiaan ini juga pernah berbuah indah saat di 2016 mendapat predikat terbaik 3 guru MA berprestasi tingkat Prov. Kalsel.

Di tahun ini, keinginan untuk terus berkontribusi pada kemajuan pendidikan khususnya madrasah, yang jadi pendorongku ikut seleksi dan berhasil mendapatkan sertifikat sebagai Fasilitator Provinsi untuk program PKB dan juga lolos seleksi sebagai Instruktur Nasional AKMI tahun 2022.

Dari kegigihan dan perjalanan hidup yang kuceritakan di atas, tidak ada maksud sombong sedikitpun. Karena di luar sana pasti banyak yang lebih luar biasa. Namun aku menuliskan hanya supaya bisa diambil pelajaran bahwa semua usaha akan indah pada waktunya. Mari selalu semangat untuk selalu berniat dan bertekad berbuat yang terbaik dan bermanfaat, karena hanya kebaikan yang akan mendatangkan kebaikan. Nikmati setiap prosesnya dan pasrahkan hasilnya hanya pada Allah SWT.

Ditulis saat gerimis, 01 Desember 2022

Rabu, 01 Desember 2021

Anugerah Terindah

 Alhamdulillah, hampir sampai di penghujung tahun ini. Tahun kedua pandemi masih terjadi. Tahun dengan liku-liku peristiwa yang kujalani dan kucatat sebagai pengingat kemudian hari. Peristiwa yang tentu tidak akan kulupakan disepanjang usiaku nanti.

Peristiwa yang paling membekas dalam ingatan adalah ketika bulan April ada undangan kegiatan yang mengharuskan aku melakukan perjalanan ke luar pulau. Meski terasa kurang fit, aku berangkat karena syarat swab untuk perjalanan terpenuhi. Namun, berbeda saat kepulangan. Tak kusangka kalau hasil swabku sebaliknya. Tak percaya swab kuulang, namun hasil tetap sama. Akhirnya, dengan berat aku harus isolasi mandiri di sebuah hotel dekat bandara. Banyak teman, sahabat dan keluarga yang perhatian, menghubungi dan menguatkan. Hal yang  kurasakan begitu berarti saat aku sendiri menjalani hari yg masih tak pasti. Waktu terasa lambat sekali saat seperti ini, sendiri di kampung orang tanpa kepastian kapan bisa kembali. 

Dari peristiwa ini, aku merasakan bahwa berada di tengah-tengah keluarga adalah sesuatu yang paling istimewa. Keluargalah tempat kembali yang paling nyaman dan paling diinginkan. 

Dengan berbagai usaha, beberapa hari kemudian akhirnya aku bisa pulang kembali ke tengah-tengah keluarga. Di rumah, aku melanjutkan tes lagi. Serupa tapi tak sama, hampir tak percaya ternyata hasilnya kembali positif. Namun, hasil positif ini adalah sesuatu yang mungkin sangat dinantikan oleh jutaan pasangan di luar sana yang belum pernah merasakannya. Namun, bagiku ini bukan yang pertama, kedua atau ketiga, namun yang kelima. Ukuran yang dianggap banyak untuk masa ini dengan usiaku yg juga sdh tergolong banyak (pengganti kata tua😁). 

Rezeki terindah ini sangat kami syukuri. Betapa Allah menyayangi dan menambahkan rezeki bagi kami. Seperti kata lagu bahwa harta yang paling berharga adalah keluarga. Alhamdulillah, Allah mempercayakan lagi makhluk kecil untuk kami jaga dan besarkan.  Anugerah dan hadiah terbesar dalam pencapaian usiaku saat ini. Senin malam, 25 Oktober 2021 setelah begitu banyak aktifitas yang kujalani seharian, aku bisa melewati lagi suatu momen. Saat yang sama ketika hari ini, puluhan tahun silam ibuku melalui hal yang sama, berjuang antara hidup dan mati, mamasrahkan jiwa raganya untuk melahirkanku. Semoga ibuku mendapatkan rahmatNya, diampuni segala kesalahannya, dan mendapatkan tempat terbaikNya di surga. Semoga kami bisa membesarkan dan mendidik dengan baik anak-anak yang diamanahkan. Berharap, mereka menjadi anak sholeh sholehah yang berbakti pada orang tua dan bermanfaat bagi sesama.

Dibilangan usiaku yang bertambah hari ini, aku mulai memasrahkan diri pada takdir yg mesti dijalani. Mensyukuri, menikmati dan menjalani sebaik-baiknya. Sesuai motto yang kutulis di status WAku, hidup sekali jadilah berarti.

Hidup ini singkat kawan, tak perlu sombong ketika diberi dan tak boleh berkecil hati saat di uji. Karena hitam putih, sedih bahagia, pertemuan perpisahan, miskin kaya, suka duka adalah lika liku hidup yang pasti. Sebab setiap nikmat sudah ada hisabnya, dan masing-masing ujian sudah ada pahalanya. Tidak perlu juga iri dengan rezeki yang orang lain dapatkan, karena kita tidak tau apa yang akan Allah ambil darinya. Tidak perlu juga sedih dengan cobaan yg diterima, karena kita tidak tau apa yg akan Allah berikan setelahnya. Ingatlah bahwa dilapangkan rezeki belum tentu mulia, dan disempitkan rezeki bukan berarti hina. Mari kita selalu belajar bersyukur atas nikmatNya dan berusaha bersabar atas ujianNya. Semoga aku bisa.

Ditulis dalam gerimis, awal Desember 2021


Selasa, 01 Desember 2020

TAHUN TANGGUH

 

Tahun 2020 adalah tahun perjuangan. Tahun tangguh dimana semua orang tanpa kecuali harus berjuang melawan musuh yang tidak kelihatan. Semua tiarap, sembunyi, serba hati-hati dan selalu pakai alat pelindung diri. Tahun ini berdiam diri di rumah dianggap sebagai pahlawan, dan yang keluyuran di jalan di anggap tidak empati pada tim medis yang berjuang di garda terdepan.

Dalam dunia pendidikan, di tahun ini terjadi  UN sudah dipersiapkan matang namun tidak jadi dilaksanakan. Perpisahan sudah ditentukan gedung dan tanggalnya namun harus dibatalkan. Siswa kelas akhir dilepas tanpa jabat tangan dan prosesi pengalungan. Mereka berpisah tanpa perpisahan. Pembelajaran yang biasanya dalam ruang-ruang kelas nyata, berubah menjadi dalam kelas-kelas maya. Guru dan siswa biasa saling bertatap muka, berubah menjadi bertatap lewat layar kaca.  Semua dituntut beradaptasi dengan perubahan, beradaptasi dengan jarak.

Banyak curhatan anak-anak yang mereka rasakan tahun ini. Keluh kesah tentang tugas yang menumpuk sampai curhatan mereka yang tak kuat merindu. Hal ini wajar, karena mereka anak usia puber yang baru saja pedekate dengan gebetan namun harus terpaksa sulit bertemu. Juga, cerita putri sulungku yang diterima di kampus terbaik se-Indonesia, namun sampai saat ini tak pernah sekalipun menjejakkan kaki di sana.

Begitu banyak perubahan dirasakan di tahun ini. Begitu banyak peristiwa yang terjadi. Bahkan tahun ini juga di madrasahku terjadi perubahan pucuk pimpinan. Kembali aku harus bisa beradaptasi. Namun bagiku siapapun itu sama saja. Setiap masa ada pemimpinnya dan setiap pemimpin ada masanya. Sebuah pengabdian diukur bukan karena perintah atasan, namun karena tanggungjawab pada Tuhan.

Selain dipandang sebagai musibah, covid bisa juga jadi berkah. Operator seluler meraup untung, webinar bisa diikuti dari rumah, bahkan hanya dengan duduk manis pakai daster ataupun sarung. Di sisi lain, kesibukan luar biasa yang tiap hari kulakukan di madrasah jadi jauh berkurang. Namun, aku tak mau waktu begitu saja berlalu tanpa sebuah progress pencapaian. Aku berusaha untuk bisa tetap produktif. Diawali dengan kegelisahan atas berita kelangkaan APD membuatku memprakarsai Gerakan Peduli APD yang ternyata disambut baik. Setiap hari berjibaku mengkoordinasi pengumpulan donasi, produksi sampai penyaluran pada layanan kesehatan yang membutuhkan. Gerakan yang cukup menguras energi dan emosi namun membawa kepuasan bagi siswa, orang tua, guru, alumni dan masyarakat yang turut berpartisipasi. Namun, PSBB Kota Banjarmasin  dan masuknya bulan Ramadhan memaksa kami menghentikan Gerakan Peduli APD ini.

Selanjutnya, sambil menunggu pandemi berlalu. Disela mengikuti webinar-webinar yang marak diadakan, juga disela mengawal proses pembelajaran jarak jauh di madrasah, aku manfaatkan waktu untuk melengkapi pemberkasan kenaikan pangkat. Dan Alhamdulillah, hasil tak pernah berkhianat pada ikhtiar. Setelah semua proses pemberkasan yang kebetulan serba online kujalani. Akhirnya, berita baik tiba sehari sebelum hari lahirku.  Selembar kertas berisi PAK IVb adalah kado terindah buatku tahun ini. Namun, tak hanya sampai disitu, ternyata masih ada tambahan bonus buat ultahku kali ini. Selembar sertifikat dari pengurus PGRI sebagai penganugerahan guru berdedikasi Tingkat Provinsi. Terima kasih atas semua yang terlibat baik langsung ataupun tidak dalam pencapaianku kali ini.



Segala apa yang kulakukan dan kudapatkan dalam setahunan bukan maksud jumawa jika aku menuliskan. Karena kita manusia tempatnya segala alpa dan lupa, namun dengan tulisan akan mudah kembali mengingatkan. Dan sering, sebuah tulisan bisa jadi motivasi bagi pembacanya. Aku harap tulisanku ini juga bisa menjadi motivasi bagi generasi berikutnya untuk bisa berbuat lebih baik. Dan cukuplah tulisanku ini menjadi sebuah prasasti bukti terima kasih atas usiaku sampai hari ini.

Aku berharap tahun yang akan datang bisa berbuat lebih baik lagi. Berusaha terus jadi baik. Meski kadang-kadang kebaikan tidak selamanya dipandang baik. Namun, jika apa yang kita lakukan tak sesuai ekspektasi, kita tak boleh berkecil hati. Karena tujuan akhir perbuatan baik bukan pada hasil yang didapatkan, tapi pada proses yang dijalankan. Jika pun menerima hasil sesuai harapan, anggaplah itu bonus dari Tuhan. Bagian dari tugas kita hanyalah berikhtiar sebaik-baiknya untuk memantaskan diri agar do’a-do’a kita layak untuk dikabulkan. Setelah itu, biarkan yang di atas melakukan yang jadi bagianNya.

Selamat jalan tahun corona. Semoga tahun depan, menjadi tahun kebangkitan. Biarlah tahun ini dikenang sebagai Tahun Tangguh, sebagai tahun sejarah yang harus kita lalui, tahun muhasabah pada rindu yang tak pernah beku. Dengan jarak yang memisahkan. Dengan waktu yang tak kembali. Meski menurut Mas Joko Pinurbo, jarak itu sebenarnya tak pernah ada, karena pertemuan dan perpisahan dilahirkan oleh perasaan.


                                                                                                            Banjarmasin, 01 Desember 2020

 

 

 

Rabu, 07 Oktober 2020

KARYA NYATA DI TENGAH PANDEMI



 Jika ingin ceritamu abadi maka tulislah. Entah ungkapan siapa, tapi aku mengamininya. Apapun profesi kita maka menulis adalah suatu bagian membahagiakan yang bisa kita lakukan. Apalagi jika kita seorang guru. Seorang pendidik adalah tokoh panutan terutama bagi jiwa-jiwa yang dididiknya. Selain dituntut banyak membaca, maka bisa menulis adalah nilai tambah seorang guru di mata anak-anak didiknya. Mereka pasti senang dan bangga membaca karya gurunya. Karena sebuah pembelajaran merupakan wujud pengalaman yang didapat bukan hanya karena diceritakan namun dicontohkan. Guru penulis bisa menjadi contoh nyata bagi anak-anak agar literasi tidak hanya sebuah retorika belaka. Tulisan menyentuh seorang guru bisa langsung menjangkau hati anak-anak didik asuhannya. Karya guru yang mereka idolakan bahkan akan mampu menumbuhkan lagi minat baca anak-anak yang sekarang sudah mulai tergerus oleh game-game online dan status-status alay di media sosial yang sudah banyak keluar dari kaidah tata bahasa. Jadi, dengan menulis kita sebenarnya bisa berbagi, bisa memotivasi dan bisa membangkitkkan literasi bagi siapapun yang membacanya.

Lalu apa saja yang bisa dijadikan sebagai bahan tulisan? Peristiwa demi peristiwa dari hari ke hari yang kita lakukan dengan anak-anak pasti menarik diceritakan. Pemikiran dan karya nyata yang kita lakukan juga bisa jadi bahan tulisan. Tentu saja, bukan guru jika menulis tanpa bisa menyisipkan hikmah dan pelajaran bagi anak didiknya. Namun, menyisipkan pelajaran dengan gaya tanpa menggurui sebagaimana yang dilakukan di depan kelas, bisa jadi akan lebih diterima dan lebih bermakna.

Lalu setelah menjadi tulisan, apakah akan dinikmati sendiri? Tentu saja tidak. Karena ada banyak sarana untuk kita bisa membagi tulisan. Bisa melalui media sosial, blog pribadi ataupun perpustakaan sekolah. Agar nilai tambah semakin besar, maka tulisan akan lebih berarti jika kita bukukan. Karya buku kita akan bertengger manis di perpustakaan sekolah. Dilihat dan bisa dibaca kapan saja oleh anak-anak didik kita. Perpustakaan dengan banyak koleksi karya tulis ataupun buku guru-gurunya sendiri tentu menjadi nilai plus tidak hanya bagi kita pribadi namun juga sekolah tempat kita bekerja. Nilai akreditasi perpustakaan sekolah maupun nilai akreditasi sekolah itu sendiri menempatkan poin penting bagi karya tulis guru-gurunya. Selain itu, tentu akan menjadi motivasi dan kebanggaan bagi warga sekolah, terutama anak-anak didik kita karena mereka membuktikan bahwa gurunya tidak hanya pandai bicara di depan kelas namun juga memiliki karya. Selain itu, setiap fikiran, gerakan ataupun pelajaran hidup yang diabadikan dalam bentuk tulisan akan dengan mudah diwariskan pada generasi-generasi berikutnya, meskipun saat itu kita sudah di mutasi, pensiun atau bahkan sudah tiada. Tulisan kita bisa menjadi bagian yang dapat memperkaya koleksi perpustakaan sekolah, yang akhir-akhir ini mulai berbenah.

Meskipun belum layak disebut sebagai guru penulis maka aku akan mencoba menulis.  Perkenalkan, Aku seorang guru Matematika di MAN 2 Kota Banjarmasin. Anak-anak didik maupun sejawatku sering memanggilku Bu Desy. Sebenarnya banyak yang ingin kutuliskan, baik tentang materi pelajaran ataupun kegiatan sehari-hari yang dilakukan. Namun, kali ini aku akan menuliskan tentang gerakan yang baru-baru ini aku inisiasi. Gerakan yang mudah-mudahan jika dituliskan bisa jadi inspirasi bagi lebih banyak orang lagi. Bisa membangkitkan motivasi, empati dan sikap peduli di masa pandemi yang saat ini masih kita hadapi.

Pandemi yang masih melanda dunia akibat sesuatu tak kasat mata. Benda yang tidak kelihatan yang menyebabkan kita harus keluar dari zona nyaman dan telah banyak memakan korban. Virus yang dinamakan Covid-19 ini telah membuat kita harus belajar dari rumah, bekerja di rumah dan beribadah di rumah. Anak-anak sekolah harus belajar secara daring. Guru-guru dituntut teaching from home. Semua guru yang gagap teknologi harus belajar menguasai teknik pembelajaran digital agar tidak hanya menumpuk tugas tanpa penjelasan materi.

Sebagai guru kelas XII, aku tidak lagi ikut melakukan pembelajaran dari rumah. Karena saat pandemi terjadi, kelas-kelas yang ku ampu sudah menyelesaikan ujian madrasah. Sedangkan Ujian Nasional (UN) tahun ini juga diputuskan ditiadakan. Karena setiap hari terbiasa turun ke sekolah, aku mendadak bingung dengan aktifitas apa yang harus kulakukan di rumah, selain menyaksikan beragam saluran televisi dan berbagai pemberitaan online yang melintas di beranda jejaring sosial, yang semua dihiasi berita tentang virus corona. Pertambahan jumlah terkonfirmasi positif dari hari ke hari kian mengkhawatirkan. Berita tentang tenaga medis sebagai garda terdepan melawan covid-19 yang tiap hari berguguran semakin mencemaskan. Kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) ditengarai sebagai penyebabnya, karena masih banyak yang menghadapi pasien dengan hanya berlindung pakai alat pelindung seadanya. Lalu, nuraniku tergerak. Apa yang bisa kulakukan lebih dari hanya sekedar diam dirumah. Covid-19 adalah musuh bersama maka harus dilawan bersama. Aku harus berbuat. Tidak hanya rebahan.

Kelangkaan APD yang terjadi saat ini dapat dipahami karena tingginya permintaan yang tidak sebanding dengan produksi. Lalu aku mulai berfikir bahwa jika penjahit-penjahit lokal bisa memproduksi APD sendiri, pasti banyak permintaan bisa dipenuhi dan kelangkaan tidak sampai terjadi. Sekolahku adalah sebuah madrasah yang selama ini sebagai penyelenggara keterampilan, salah satunya adalah keterampilan tata busana, yang dilengkapi dengan saran mesin jahit yang lumayan memadai. Karena tak ada pembelajaran di sekolah maka ruangan tata busana tersebut pastinya akan lebih bermanfaat jika bisa dipakai untuk memproduksi APD. Berkoordinasi dengan atasan maupun kepala bengkel tata busana yang mengerti seluk beluk dan teknis penjahitan, ide “Gerakan Peduli APD” pun digulirkan.  Dari grup-grup siswa yang aku punya, aku mencari alumni dan anak-anak kelas XII yang sudah selesai ujian untuk mau menjadi relawan. Selain menyiapkan ruangan dan relawan, aku juga mencari tahu bagaimana bahan dan spesifikasi teknis agar APD yang kita buatkan memenuhi standar kesehatan dan bisa melindungi sesuai fungsi dan harapan. Mulai searching di internet sampai konsultasi dengan mereka yang bekerja di bidang kesehatan aku lakukan Untungnya aku punya beberapa kawan dan keluarga yang bekerja sebagai pengelola Rumah Sakit maupun sebagai dokter. Selain komunikasi via online dengan mereka, aku juga mendatangi dinas kesehatan untuk konsultasi secara langsung. Untuk modal pembelian bahan dasar, kami coba mengetuk hati para alumni, orang tua siswa dan masyarakat yang tergerak untuk ikut gotong royong. Kami buat pamflet dan menyebarnya di semua media sosial. Diluar dugaan gerakan ini dengan cepat mendapat respon positif dari masyarakat.

Tidak hanya donasi yang kami dapatkan namun sebelum produksi dimulai, kami sudah kebanjiran permohonan permintaan APD dari berbagai tenaga medis yang mengetahui gerakan kami. Hal ini tidak aneh, karena sejauh ini kami belum mendengar ada gerakan seperti ini di daerah kami. Selain dari pribadi, banyak juga berdatangan lembaga atau instansi yang ingin membeli produk kami agar mereka bisa menyumbang atas nama mereka sendiri. Namun sesuai komitmen semula, kami tak mencari keuntungan pribadi, karena ini adalah gerakan gotong royong, gerakan bersama dan hasil kerja sama maka semua hasil donasi akan disumbangkan dalam bentuk produk jadi langsung kepada layanan-layanan kesehatan yang membutuhkan.

    "Jika kamu sulit menemukan orang baik, maka jadilah kamu orang baik tersebut". Demikian salah satu kalimatku untuk menyemangati anak-anak relawan APD yang ikut turun tangan. Relawan yang terdiri dari beberapa alumni dan siswi keterampilan tata busana, serta beberapa guru yang bisa menjahit mulai bergerak memproduksi APD. Alat Pelindung Diri yang kami produksi terdiri atas 2 jenis hazmat suit (Coverall dan Surgical Gown) yang sangat diperlukan bagi tenaga medis yang berjuang di garda terdepan melawan covid-19. Meski di belakang layar, kami anggap gerakan kami adalah bagian misi kemanusiaan. Tanpa mengeluh, kami bergerak tiap hari, bahkan tetap berproduksi meski hari minggu dan tanggal merah. Ratusan APD berhasil dibuat dan langsung disalurkan. Berdatangan permohonan APD dari berbagai kalangan baik RS, Puskesmas, ataupun IDI, dalam dan luar kota setiap harinya. Kami berusaha terus memenuhinya. Memutar dana donasi yang Alhamdulillah juga terus mengalir. Kami berkejaran dengan waktu, seiring dengan pandemi yang tiap hari sampai sekarang terus menambah korban.
    Namun, setiap jalan kebaikan pasti akan ada tantangan. Tak mudah memang. Dari bahan yang mulai sulit didapat sampai anak-anak relawan yang sebagian sudah tidak diijinkan orang tua karena keadaan yang mulai mengkhawatirkan. Meskipun kami sudah ketat berpegang pada prosedur kesehatan, selalu jaga jarak dan menyediakan banyak fasilitas cuci tangan serta selalu disinfektan peralatan.

Tepat memasuki bulan Ramadhan dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Kota Banjarmasin, selain pertimbangan kesehatan relawan dan bahan yang mulai langka, maka gerakan gotong royong peduli APD kami hentikan. Dalam kurun waktu 20 hari dari pencarian donasi sampai berproduksi, kami berhasil membuat lebih 400an hazmat, yg diserahterimakan pada 14 Rumah Sakit, 31 Puskesmas, IDI, Klinik Kesehatan, BPBD, Dinas Kesehatan, Bidan Desa, Tim Gugus Tugas Desa, dan beberapa tenaga kesehatan yang telah meminta secara pribadi. Selain itu sisa donasi yang masih ada kami jadikan beberapa paket sembako yang kami salurkan pada warga sekitar sekolah yang terdampak.


        Akhirnya, di tengah kekhawatiran pada hantu corona yg tak kelihatan namun korbannya berjatuhan kami sudah banyak belajar. "Sense of crisis" kali ini tidak hanya membelah secara dikotomi sifat manusia. Takut dan berani, ikhlas dan pamrih, egoisme dan altruisme, peduli dan acuh. Namun gerakan peduli APD yang kami prakarsai telah sukses membuat sekolah kami semakin dikenal. Selain harapan utama kami yaitu banyak jiwa-jiwa terselamatkan, dan tentu saja gerakan nyata ini bisa menumbuhkan empati dan sikap saling peduli pada anak-anak didik kami. Pembelajaran karakter dan kontekstual yang sangat relevan diterapkan sekolah dalam masa pandemi covid-19 ini.

Anak-anak relawan yang terlibat mengaku sangat senang bisa bermanfaat dan membantu masyarakat terutama tenaga medis dalam melawan wabah corona. Begitulah seharusnya hakikat pendidikan, bukan hanya diukur dari nilai-nilai yang ada pada surat kelulusan namun juga diukur dari nilai-nilai karakter yang berhasil diwujudkan. Menanamkan nilai moral bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya. Menumbuhkan sifat peduli dan suka menolong, karena jika kita menolong orang lain maka sebenarnya kita menolong diri kita sendiri.

Demikian tulisan ini dibuat, dengan harapan bisa jadi inspirasi dan pelecut motivasi bagi siapa saja yang membacanya untuk berbuat apa saja yang kita bisa. Suatu saat, aku berharap catatan kecil ini bisa menjadi karya abadi yang menghiasi banyak perpustakaan sekolah baik dalam bentuk fisik maupun digital. Bisa jadi catatan yang menuliskan sejarah bahwa kita pernah bersatu dalam kondisi sulit melawan pandemi seperti saat ini. Menjadi sebuah kenangan kecil kolaborasi antara guru dan siswa yang diabadikan dalam sebuah tulisan. SEKIAN.

Sabtu, 18 Juli 2020

BERKOMPROMI DENGAN PANDEMI

Saat pandemi terjadi, lalu SKB 4 menteri menetapkan bahwa situasi daerah bisa merubah pola pendidikan tatap muka di ruang-ruang kelas menjadi pola pembelajaran jarak jauh di ruang-ruang maya. Jauh sebelum itu, pendidikan di bawah Kementerian Agama sudah lebih dulu mengeluarkan panduan kurikulum darurat bagi madrasah. Panduan ini memberikan ruang yang luas kepada madrasah dan guru-gurunya untuk menyesuaikan kurikulum yang akan diimplementasikan. Yang namanya ‘darurat’, tentu memiliki makna fleksibelitas tinggi terhadap situasi dan kondisi, agar sekolah/madrasah tidak benar-benar shut down apalagi lock down.
    Sekarang, seminggu sejak tahun pelajaran baru dimulai. Sudah mulai terasa dan merasa-rasa bagaimana dampak sistem pendidikan nasional maupun lokal yang dikelola secara darurat tersebut. Banyak bertebaran pro kontra dunia pendidikan diberbagai linimasa. Dari yang memandang optimis, pesimis bahkan skeptis. Berbagai cerita mewarnai situasi seperti ini. Mulai dari para provider yang berlomba menawarkan paket-paket data paling ekonomis, lembaga-lembaga bimbel online yang naik daun, webinar-webinar free bahkan berbayar yang tak pernah kehabisan penggemar, platform pembelajaran online yang berlomba merebut hati para pemerhati dan praktisi diberbagai institusi pendidikan. Orang tua yang teriak-teriak kalau pembodohan massal terjadi, karena mall dan pariwisata dibiarkan buka sedangkan sekolah harus tutup. Mungkin sebagai pelampiasan dari akumulasi kelelahan mereka yang dituntut turut terlibat dalam mengajari anak-anak mereka, sedangkan stabilitas keuangan keluarga harus terjaga dengan tetap bekerja. Tidak kurang juga tuduhan para emak-emak netizen pada guru yang dianggap makan gaji buta. Tulisan ini tidak bermaksud mengcounter hal tersebut. Karena sudah cukup bukti kontradiksi sebagai bentuk pertahanan diri dari guru-guru yang merasa tersanjung dengan sentilannya.
    Tulisan ini hanya ingin bercerita tentang pendidikan masa pandemi ini dilihat dari sudut pandang berbeda. Tak semua bisa merasakannya, namun semua akan kena dampaknya. Tentang bagaimana pengelolaan institusi pendidikan agar sistem bisa terus berjalan. Kurikulum darurat yang menyerahkan sepenuhnya pada madrasah, membuat kepala madrasah, terkhusus lagi waka bidang akademik menjadi orang paling bertanggungjawab atas sistem akademik yang akan dijalankan sebuah lembaga pendidikan. Sebelum sekolah mulai, harus berfikir keras dan merancang sistem manajemen pembelajaran seperti apa yang akan diterapkan dalam kondisi seperti ini. Meski, tak ada yang benar-benar ideal, namun setidaknya bisa mendekati harapan masyarakat, menyamankan bagi guru, peserta didik dan tentu saja orang tua. Tidak diberikan waktu berfikir lama ataupun studi banding kemana-mana, karena semua sama memulai. Berbagai forum hanya dalam tataran diskusi, namun keputusan implementasi tetap kembali pada manajemen institusi yang akan mengeksekusi tanpa banyak spekulasi.
    Kompetensi guru yang beragam dan kemampuan ekonomi siswa yang bervariasi adalah salah satu pertimbangan tingkat toleransi. Bagaimana cara efektif menghubungkan ribuan siswa dengan guru dalam beragam mata pelajaran perlu teknik tersendiri. Solusi terbaik belum pasti. Namun usaha terbaik harus diberikan. Dengan berbagai pertimbangan, aplikasi Telegram sebagai pilihan jembatan komunikasi virtual karena berbagai fitur mumpuni yang kami anggap bisa sebagai sebuah solusi. Meskipun berbagai kemudahan jika satu platform disamakan untuk semua mata pelajaran, namun demi toleransi pada kondisi ekonomi peserta didik yang bervariasi, serta kompetensi guru yang beragam dalam literasi ITnya. Maka kami memutuskan membiarkan guru bebas berkreasi dengan memilih bermacam metode PJJ termasuk platform pembelajaran online yang dirasa bisa menyesuaikan materi, kompetensi dan tentu saja kondisi, baik guru terlebih anak didiknya. Namun, tak ada sistem yang sempurna, perlu selalu evaluasi dengan terus melihat situasi. Juga, tak ada manusia yang sempurna, yang ada hanya manusia yang mau terus belajar termasuk belajar beradaptasi pada kondisi pandemi yang semuanya tidak menghendaki. Kita semua harus berkompromi. Tak perlu mengeluh atas apa yang terjadi. Sebagai guru, marilah kita jadikan sekolah/madrasah sebagai tempat ibadah, mengajar sebagai ladang ibadah, dan hidup kita menjadi sebagai sebuah perjalanan ibadah.