Minggu, 08 Maret 2015

Senangnya Jadi Guru..

Yang sekolah SDnya tahun 90an,  mungkin ingat ada momen pelajaran yang dilakukan siswa hampir sama dan seragam. Waktu SD itu, jika pelajaran menggambar maka selalu gambar pemandangan dua gunung, dengan matahari dan sawah menyertainya. Begitupun juga ketika pelajaran mengarang bebas,  hanya judul ‘cita-cita’ yang aku bisa. Parahnya lagi, tak ada cita-cita lain yang bisa kutulis kala itu kecuali cita-cita untuk menjadi seorang  guru. Mungkin karena guru adalah satu profesi yang selalu kulihat tiap hari selain petani dan nelayan di desaku. Padahal waktu kecil itu aku sama sekali tidak mengerti bagaimana proses yang akan ditempuh hingga bisa mewujudkan cita-cita itu. Kalau toh cita-cita dalam karangan bebas kala itu ternyata menjadi kenyataan, bagiku itu adalah skenario Tuhan yang sangat kusyukuri.
Semua mungkin pernah merasakan menjadi murid, tapi tidak semua murid nanti akan menjadi guru. Aku sudah merasakan berada pada posisi keduanya. Dahulu menjadi murid dan sekarang menjadi guru, bahkan Alhamdulillah juga tahu bagaimana rasanya menjadi gurunya guru atau seorang maha guru alias dosen. Ini adalah juga berkat do’a guruku. Pernah guruku SMA mendo’akanku yang langsung diucapkannya dihadapanku. Saat itu aku akan meninggalkan bangku SMA. Ketika beliau tahu aku diterima di fakultas keguruan, salah satu guru favoritku itu khusus mendo’akanku agar aku kelak tidak hanya menjadi guru, tetapi menjadi gurunya guru. Bagi beliau, kata-kata itu mungkin biasa saja meluncur dari mulutnya dan bisa jadi beliau langsung melupakannya. Tapi tidak bagiku, kata-kata guruku itu ternyata bisa luar biasa melekat dan selalu ku ingat. Alhamdulillah do’a guruku itu terkabul, sejak selesai kuliah aku langsung bisa mengabdi sekaligus sebagai guru dan sebagai gurunya calon guru di Sekolah Tinggi Keguruan. Terima kasih Bu atas do’anya kala itu..(Special to Ibu Hj. Noor Jennah, sekarang guru Kimia di SMAN 4 Banjarmasin).
Ketika ditanya, lebih senang mana antara menjadi seorang guru ataukah menjadi seorang dosen. Maka aku tak bisa menjawabnya, karena bagiku kedua pekerjaan itu sama mulianya. Tetapi ketika ditanya aku lebih bangga yang mana. Jujur ketika pertanyaan itu ditanyakan padaku saat aku masih muda, masih baru lulus kuliah, maka tentu saja aku akan menjawab lebih bangga menjadi seorang dosen, karena hanya orang-orang terpilih dan mempunyai kemampuan lebih yang bisa merasakan dipanggil dengan sebutan itu. Tapi, kalau pertanyaan ini ditanyakan sekarang, maka aku pasti menjawab lebih membanggakan menjadi seorang guru. Mengapa? Aku tak bisa panjang menguraikannya. Yang pasti, ketika seorang dosen hanya mencetak lulusan dengan profesi yang hampir seragam maka seorang guru kelak bisa melihat anak didiknya dalam beragam profesi, bisa pengusaha, birokrat, akademisi, polisi dan bermacam profesi lainnya. Itulah kebanggaan kami para guru. Saat anak didiknyanya berhasil melebihi sang guru maka disitulah bahagianya.  Dia akan bangga karena pernah menjadi gurunya, meskipun sang anak belum tentu mengingatnya.

Berbeda dengan profesi perawat atau dokter yang kerap bersentuhan dengan kesedihan, polisi atau tentara yang sering berhadapan dengan beragam bentuk kejahatan dan ancaman keamanan, maka proses pengabdian tulus sebagai guru, membuat setiap hari yang kulewati selalu menyenangkan. Canda anak didikku bisa membuatku tertawa tiap hari. Antusias mereka atau bahkan sikap cueknya dalam menghadapi pelajaran yang kuberi adalah magnit buat kakiku melangkah tiap hari ke sekolah. Ketika aku menjadi siswa dulu, dihatiku ada beberapa guru yang kunanti kedatangannya dikelasku selalu. Maka, saat aku menjadi guru sekarang, aku akan merasa sangat berarti ketika tahu siswaku senang dengan kehadiranku di kelasnya. 

Foto di atas mengabadikan kepingan peristiwa bersama anak-anak baru masuk berlabel X MIA1.

Dua tahun kemudian, frame serupa bersama anak-anak yang sebagian masih sama dengan label berbeda bernama XII MIA 2. Ternyata, begitu cepat waktu berlalu. I love you guys...
 
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar