Rabu, 10 Mei 2017

Jadi Sarjana Minim Biaya (sebuah catatan perjuangan mahasiswa jaman dulu)



Saat ini anak-anak kelas XII yang sudah menerima tanda kelulusan disibukkan dengan urusan masa depan mereka selanjutnya. Ada yang mencoba peruntungan dengan memasukkan lamaran pekerjaan. Banyak  yang siap-siap masuk kuliah di perguruan tinggi. Ada juga yang mencoba seleksi pada berbagai sekolah kedinasan. Berbagai macam jalur disediakan untuk masuk PT impian. Selain jalur SNMPTN, SBMPTN, PMDKPN, SPAN PTKIN, PSB UIN, masih banyak lagi yang  digunakan perguruan tinggi untuk menjaring mahasiswa baru.
Pada  tulisanku kali ini, aku akan bercerita pengalaman saat dulu selepas SMA dan mulai menapaki jalan baru sebagai mahasiswa. Mungkin karena ini cerita yang  sudah lama sehingga pastinya sudah sangat berbeda. Namun setidaknya setiap pengalaman yang bisa diceritakan kembali akan bisa ditarik benang merah berupa ibrah bagi para pencari hikmah.
Seperti yang pernah kuungkapkan sebelumnya, bahwa pergulatan antara harapan dan kenyataan membuatku serasa bermimpi bisa melanjutkan studi. Namun hanya dengan berbekal niat yang bulat, tekad yang kuat, semangat yang hebat, serta dukungan dari orang-orang terdekat akhirnya aku bisa melanjutkan bagian dari episode hidupku dan berbagi cerita ini di sini.
Pagi itu, aku naik taksi colt L300 diantar kaka laki-lakiku. Hanya satu kardus besar dan satu tas ransel yang aku bawa. Isinya juga hanya beberapa potong baju harian, baju seragam SMA buat bekal acara orientasi mahasiswa baru, satu buah bantal dengan sarungnya, beberapa buah piring dan cangkir, serta segala tetek bengek keperluan mandi. Kakakku pulang setelah mengantarku bertemu tiga temanku, dua dari asal sekolah yang sama dan satu beda sekolah. Kebetulan salah satu temanku itu punya kakak laki-laki yang sedang kuliah di sini. Sambil mencari rumah kost, kami berempat sementara menumpang di kost-an beliau. Empat anak kampung dari jarak 200 km, memulai menjalani hidup sebagai mahasiswa baru di ibukota provinsi.  Karena lulus melalui jalur PMDK (sekarang menjadi SNMPTN) kami datang dan daftar ulang lebih dulu dibanding mahasiswa baru yang melalui jalur tes. Seputaran Kampus yang dikenal dengan kawasan Kayu Tangi masih agak sepi, karena masa ini adalah masih masa liburan semester bagi mahasiswa lama.
Setelah jalan dan tanya kesana kemari, akhirnya kami mendapati sebuah rumah disewakan beralamat di Jalan Pangeran gang Rahman. Namun rumah ini kami rasakan lumayan horor karena sudah beberapa bulan tidak ditempati. Apalagi menurut cerita tetangga di sana, kosongnya rumah karena pemiliknya baru saja meninggal dunia. Sang istri yang tidak dikaruniai anak diajak pergi dan tinggal bersama saudaranya. Mengingat sebagai mahasiswa baru yang baru saja memulai perjalanan panjang di banua orang, maka kami harus pandai-pandai menghemat uang. Daripada kami menyewa kamar kost yang harganya lebih mahal, lebih baik kami sewa satu buah rumah yang bisa kami tempati berlima. Oya, ada lagi satu teman dari kota yang sama ingin bergabung. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan penghematan dan kenyamanan, kami sepakati menyewa rumah tersebut. Lama tidak ditempati, membuat hari pertama kami kerja bakti membersihkan rumah itu. Awal-awal tinggal di rumah tersebut, memang ada beberapa kejadian mistis kami dapati, tapi demi studi dan masa depan kami, hal tersebut lama-lama bisa kami atasi.
Rumah yang cukup besar dan lumayan murah untuk ukuran mahasiswa seperti kami. Ada dua kamar tidur yang sudah lengkap dengan ranjang dan kasurnya, ruang tamu yang bersambung dengan ruang keluarga sehingga menjadi kelihatan cukup besar, ruang makan dan dapur, serta air sumur yang harus kami angkat tiap pagi untuk mandi. Rumah yang kami tempati ini akhirnya sering menjadi basecamp anak-anak matematika, karena dari lima orang, 3 dari kami kuliah di Pendidikan Matematika. Teman-teman satu angkatan sering datang baik dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas atau sekedar kumpul-kumpul di rumah ini. Dengan ruang tamu yang cukup besar, jika ramadhan tiba kami juga hampir tiap tahun mengadakan buka puasa bersama di sini.
Bersama teman-teman Mat'97 FKIP UNLAM dengan latar rumah kami
 Kami merasa nyaman tinggal bersama karena rata-rata berasal dari latar belakang keluarga yang tidak jauh berbeda. Agar lebih hemat, kami sepakat untuk memasak dan makan bersama-sama layaknya satu keluarga. Kami buat jadwal memasak, kebersihan dan cuci piring  yang ditempel di dinding rumah. Masalah pengeluaran juga kami atur bersama. Seperti kebiasaan anak-anak kost pada umumnya, mie instan, telur dan ikan asin (baca : iwak karing) adalah bahan pokok yang wajib ada. Sangat sering kami berlima makan pagi hanya nasi dengan seekor ikan asin ditambah satu bungkus mie instan sebagai kuah. Cukup buat berlima, begitu hemat bukan?? Hehee….Untuk siang kami kadang-kadang juga hanya beli satu mangkuk sayur dan seekor ikan untuk dimakan berlima. Yang penting kami bahagia, dan menurut kami inilah yang dinamakan tenggang rasa sebenarnya.
Beberapa kali aku masih tak percaya, kalau sekarang aku sudah menjadi mahasiswa di sebuah PT Negeri. Juni Tahun 1997 pertama kali aku mulai datang sebagai mahasiswa pendidikan matematika di sini. Saat itu ekonomi dunia, termasuk Indonesia mulai lesu-lesunya.  Krisis moneter melanda.  Ditambah lagi di Indonesia terjadi pergolakan di mana-mana, menuntut turunnya rezim orde baru. Akibatnya, aku yang sebelumnya sudah melengkapi berkas fc raport sebagai persyaratan memperoleh beasiswa, harus menerima kenyataan pahit. Di papan pengumuman kampus tertulis bahwa “beasiswa ditunda untuk waktu yang tidak bisa ditentukan”. Mahasiswa kampung ini pun lunglai tak berdaya. Mengukur-ngukur kemampuan sampai kapan bisa terus bertahan. Aku hanya bisa mengandalkan kiriman uang yang tak seberapa hasil kongsian nenek, kakak dan pamanku di kampung. Tak sampai setengahnya dari kiriman yang didapat teman-temanku per bulannya. Uang yang hanya pas-pasan buat bayar sewa rumah kost dan urunan buat uang kas yang tak bisa kami prediksi kapan habisnya. Jika uang kas menipis, artinya kami harus siap-siap untuk kumpulan lagi. Untung teman-temanku sering memaklumi jika aku terlambat bayar kas. Untungnya juga, teman-temanku satu rumah sering dikunjungi orangtuanya. Dan setiap mereka datang, sering membawa berbagai bahan makanan yang kadang-kadang cukup buat mengatasi kebutuhan kami beberapa hari. Aku terus bertahan dalam keyakinan bahwa sesudah kesulitan itu akan ada kemudahan (Inna ma’al ‘usri yusro; QS Al Insyirah,6). Dan, itu benar-benar terjadi. Saat aku masih menunggu beasiswa yang datangnya tak pasti, aku mencoba melengkapi persyaratan untuk beasiswa lain yang nominalnya jauh lebih besar. Tahun kedua kuliahku, ternyata aku bukan hanya memperoleh beasiswa itu, namun juga beasiswa yang ditunda itupun datang bersamaan. Alhamdulillah, sempat beberapa bulan menikmati dua beasiswa sekaligus, sampai akhirnya disuruh memilih salah satunya.
Oya, masa-masa kuliah di tempat jauh seperti ini, keberadaan teman-teman sebagai pengganti keluarga sangatlah berharga. Kita bisa saling dukung, saling support dan saling bekerjasama agar bisa sukses sama-sama. Ngomong-ngomong soal teman, aku mempunyai satu kawan yang sangat akrab. Mulai satu kelas saat kelas 3 SMA, kuliah di jurusan yang sama sampai  tinggal di rumah yang sama membuat kami semakin dekat. Kami tak terpisahkan, mulai aktifitas di ruang kuliah sampai di organisasi kemahasiswaaan kami ikuti sama-sama. Tekad kami, datang bareng dan luluspun harus bareng.

Saat acara perpisahan tahun 1997

Saat Orientasi Mahasiswa Baru

My Bestie Friend

 Agar tidak banyak biaya dan membuang waktu maka kami berdua bertekad bisa cepat-cepat lulus. Dari info2 kaka tingkat, untuk bisa lulus pada jurusan yang kami ambil selama ini paling cepat masih 9 semester. Namun kami berdua memasang target bisa selesai dalam 7 semester dan kami menyusun program yang akan kami jalani agar target kami tercapai. Rencana studi per semester sudah kami buat di awal pertama kuliah. Dan ini yang jadi rel kami menjalani masa-masa perkuliahan ke depan.
Untuk menunjang hal itu, kami berusaha mencari tahu tentang bagaimana sistem perkuliahan di jurusan yang kami ambil. Dari nama dosen paling killer sampai dosen paling murah nilai. Dari apa yang tidak disenangi dosen saat di ruang kuliahnya sampai apa saja faktor-faktor yang bisa mempercepat atau sebaliknya menghambat kelulusan. Demi keberhasilan studi kami juga, maka buku pegangan sebagai referensi tambahan sangat penting dalam perkuliahan. Sangat sulit kalau hanya mengandalkan apa yang diberikan dosen di ruang kuliah. Dari info-info kaka tingkat juga, kami sudah tahu buku apa saja yang dipakai sebagai referensi tiap mata kuliah. Kami berusaha memaksimalkan hasil dengan mengupayakan memiliki buku-buku yang jadi pegangan setiap mata kuliah yang kami ambil. Namun, keterbatasan biaya membuat kami tidak bisa membeli atau pun juga sekedar hanya memfotocopy. Selain itu, buku-buku referensi mata kuliah eksak seperti ini kebanyakan masih berupa literatur asing ataupun terjemahannya dan sangat langka ditemui di toko-toko buku di sini. Tidak seperti sekarang, dimana internet menyediakan bahan apa saja yang kita butuhkan, maka saat itu hanya perpustakaan yang menjadi sarana vital untuk menunjang perkuliahan.
Nah, bagaimana kami bisa memiliki buku tanpa harus membeli atau memfotocopy. Aku dan  my bestie friend punya strategi khusus sehingga kami bisa punya buku sampai lulus tanpa harus keluar uang. Perpustakaan MIPA jaman kami kuliah dulu hanya sedikit menyediakan buku paket yang boleh dipinjamkan ke mahasiswa. Dalam satu mata kuliah paling banyak hanya ada 2 buku yang  tersedia. Peraturan perpustakaan, peminjaman baru boleh dilakukan saat masuk masa perkuliahan. Kalau tidak salah ingat, buku hanya boleh dipinjam selama 1 minggu dengan masa perpanjangan 1 kali. Demi memiliki buku pegangan kuliah, setelah masa pengisian KRS (Kartu Rencana Studi) kami biasanya sudah mengamankan lebih dulu buku-buku yang kami incar untuk dipinjam saat masanya tiba. Caranya, dengan menyelipkan buku tersebut di tempat yang bukan seharusnya, misalnya kami selipkan buku tersebut di tumpukan lemari referensi, tumpukan buku-buku sosial, dsb. Kami tahu bahwa petugas perpustakaan sangat jarang merapikan buku-buku di sana, hee piiss Bu, Pa.. Ketika masa peminjaman sudah dibuka, langsung saja kami menuju rak tempat kami menyimpan buku itu dan meminjamnya. Setelah masa perpanjangan berakhir, agar buku yang sama tetap di tangan kami selama kami perlu, maka kami siasati lagi dengan saling bertukar kartu perpustakaan. Hal ini terjadi sampai kami selesai ujian. Hee..mungkin ini yang dinamakan strategi sukses punya referensi tanpa harus memiliki. Mengatasi minat baca yang tinggi namun daya beli rendah. Maafkan kami yang dulu Pak, Bu, wkwkw..
Alhamdulilah, walaupun sejak masa sekolah sampai kuliah, nilai-nilai akademisku tak pernah berhasil melampauinya. Namun, persahabatan kami membawa manfaat yang besar untukku. Aku banyak belajar darinya. Kami juga selalu memanfaatkan waktu untuk belajar bersama. Selalu saling mengingatkan dan berjalan bergandengan tangan agar tujuan kami bisa lulus 7 semester tercapai. Walaupun kami punya target selesai cepat, namun kami juga tetap sempatkan mengasah kemampuan bersosialisasi dengan menjadi pengurus inti organisasi kemahasiswaan kampus saat itu. Seabreg kegiatan dan rapat-rapat organisasi kami ikuti sampai sore bahkan malam hari. Namun, urusan kuliah tetap prioritas bagi kami. Konsistensi dan loyalitas pada sebuah tujuan membawa kami berdua berhasil mencapai target yang diinginkan. Rekor pertama di jurusan itu yang wisuda dalam waktu 7 semester. Membahagiakan lagi, dengan berbagai usaha dicampur sedikit diplomasi kami juga bisa lulus dengan nilai cumlaude. Meskipun cumlaudenya aku jauh lebih kurus dibanding cumlaudenya dia, hee.
Saat wisuda bersama kawan-kawan satu angkatan


Diapit kawan satu angkatan saat wisuda
Oya, selain peran sahabat, ada juga peran kedekatan dengan kakak tingkat yang sangat menunjang keberhasilan kuliahku. Kenal mulai acara orientasi mahasiswa baru (saat itu namanya OSPEK) dan sampai sekarang Alhamdulillah masih bersamanya. Ah, kalau kubahas panjang lebar sekarang tentang lika liku kisah itu, aku takut novel DILANKU yang digandrungi anak-anak remaja saat ini akan kalah dan tersaingi. Gubraakk..!!

(Banjarmasin, 10 Mei 2017)


5 komentar:

  1. tekad yang bulat dan usaha yang kuat serta diplomasi, waaaww...sampai CUMLAUDE .punya sahabat sehati sejantung pula.
    semoga bisa mengikuti jejak mu.

    BalasHapus
  2. Nahh ketahuan . Pantas ae buhan pian dapat terus ternyata oh ternyata bukunya sudah disimpan ditempat yang tersembunyi. Rumah base camp tempat ulun mengerjakan tugas matematika soal x pakar pakar x tinggal dsana. Makasih say lah atas bantuannya, perhatian n semangatnya buat aku. Sukses buat pian n keluarga.

    BalasHapus
  3. Nahh ketahuan . Pantas ae buhan pian dapat terus ternyata oh ternyata bukunya sudah disimpan ditempat yang tersembunyi. Rumah base camp tempat ulun mengerjakan tugas matematika soal x pakar pakar x tinggal dsana. Makasih say lah atas bantuannya, perhatian n semangatnya buat aku. Sukses buat pian n keluarga.

    BalasHapus
  4. Nahh ketahuan . Pantas ae buhan pian dapat terus ternyata oh ternyata bukunya sudah disimpan ditempat yang tersembunyi. Rumah base camp tempat ulun mengerjakan tugas matematika soal x pakar pakar x tinggal dsana. Makasih say lah atas bantuannya, perhatian n semangatnya buat aku. Sukses buat pian n keluarga.

    BalasHapus