Jumat, 05 Desember 2014

Foto Pusaka

Kutulis ini seusai menyaksikan acara 360 MetroTV yang menayangkan tentang pertemuan Yulianti si anak adopsi dengan keluarganya. Jarak ribuan kilo memisahkan dia dengan ibunya selama 31 tahun.  
Aku bukan Yulianti, tapi tangis haru pertemuan mereka mengingatkanku pada tangisan yang sama yang pernah kurasakan. Tangis haru kala itu, bisa bertemu dengan delapan kakak dan keluarga besar ayahku.  
Saat itu aku baru menamatkan SMA.  Sebelum aku pergi menuntut ilmu ke ibukota provinsi. Dengan ikut tetangga, pertama kali kujejakkan kaki di tempat itu. Tempat berkumpulnya orang-orang yang menjadi bagian puzzle hidupku. Saat itulah pertama kali aku berada dalam jarak paling dekat dengan ayahku. Jarak yang hanya dipisahkan dalam hitungan meter. Namun sayang, jarak itu terpisah oleh gundukan tanah merah. Gundukan tanah merah yang tidak lagi basah. Angin semilir dan aroma khas bunga kenanga menemaniku di sana. Dua indra berbeda bereaksi  senada seirama. Bulir kaca air mata dan alunan lirih Surah Yaasin sama-sama mengalir ditempat itu. Di tempat terbaringnya orang yang selama ini hanya kubentuk dalam imajinasiku dan hanya hadir dalam selembar foto.
Selembar foto ini saja sebagai benda pusaka yang kupunya. Foto ini kuambil diam-diam pada album lusuh yang disimpan nenek dalam lemari pakaiannya.

Selembar foto yang kupunya ini adalah saksi bahwa benar kebersamaan mereka pernah ada. Mereka yang di dalam tubuhku mengalir darahnya. Satu diantara mereka tak pernah kuraba dan tak sekalipun bersua. Satu yang lainnya juga tak lama bisa bersama. Semoga mereka dilapangkan kuburnya dan mendapat tempat terbaik disisiNya. Aamiin



Tidak ada komentar:

Posting Komentar