“Mamaaaaaaa……mamaaaaaaaaaaaaa” seorang anak
kecil berteriak sekuat tenaga memanggil ibunya. Tak seorangpun mendengarnya.
Tidak juga ibunya. karena ia berteriak sambil memasukkan mulutnya pada ‘pedaringan’,
sebuah wadah keramik tempat orang kampungnya biasa menyimpan beras. Itu
dilakukannya karena dia pernah mendengar cerita bahwa jika dilakukan saat rindu
pada seseorang, maka orang yang dirindu juga akan mengingatnya. Setelah puas
berteriak, selanjutnya anak kecil itu akan lari ke tempat tidur, membenamkan
wajahnya pada bantal, sehingga tak seorangpun bisa mendengar isaknya.
Itulah sepenggal cerita tentangku dan ibu. Peristiwa
yang terjadi puluhan tahun yang lalu. Hal yang sering kulakukan kala aku rindu
dengan ibu yang bekerja di kota yang jauh. Tak banyak yang bisa ku ingat
tentang ibu yang melahirkanku. Ibuku tak pernah meneriaki aku untuk shalat,
ibuku juga tak pernah menyuruhku untuk belajar, ibuku tak pernah marah-marah
bila aku mendapat nilai rendah, ibu juga tak pernah memintaku membantunya
melakukan pekerjaan rumah. Padahal saat
itu aku sangat ingin diteriaki ibu, sangat ingin dimarahi ibu, sangat ingin
disuruh-suruh ibu. Aku begitu menginginkannya, karena aku ingin hidup berkumpul
dengannya, namun, keadaan memaksa kami harus terpisah.
Yang juga melekat dalam memori lawasku, kala
tubuh ibuku terbaring lemah di kasur
tipis tanpa ranjang. Seterusnya aku juga begitu ingat ketika tubuh wanita yang
sudah melahirkanku itu dibungkus dengan kain putih. Kemudian, hujan air mata pun
tumpah di sebuah pemakaman. Dan wajah ibuku benar-benar sudah tak bisa
kupandang lagi.
Kawan, sayangi dan bahagiakanlah ibumu, karena
kamu tidak akan pernah tahu sampai kapan kamu bisa memandang wajahnya. Janganlah
mengeluh dengan teriakan dan perintahnya, karena kamu pasti tahu, suatu saat
irama seperti itu akan selalu kamu rindukan. Kalau dia tak selalu bisa menemani,
percayalah itu hanya demi masa depanmu. Kalau ibumu memarahimu itu hanya karena
dia terlalu mengkhawatirkanmu. Jika ibumu tak mengabulkan semua permintaanmu
itu artinya dia menyiapkan sesuatu yang lebih baik buatmu. Kalau dia sering
menegurmu, itu karena dia ingin kamu menjadi lebih baik lagi. Tak ada ibu yang
tak sayang anaknya. Meski dia harus jauh bekerja, maka dia terlebih dahulu akan
memastikan kalau anak-anaknya baik-baik saja. Setelah menjadi seorang ibu, aku
yakin dan percaya seorang ibu rela melakukan banyak hal buat anaknya.
Kawan, jari ibumu sering teriris kala menyiapkan masakan
buatmu. Pernahkah kamu menyadarinya. Wajah ibumu sering terciprat minyak panas
demi memasak makanan kesukaanmu. Namun, mengapa kamu masih saja suka mencela
masakannya. Tangannya sering terkelupas ketika mencuci pakaianmu. Tetapi,
pernahkah kamu mengucapkan terima kasih. Dan tahukah kamu alasan ibumu sering
memilih makan setelahmu, bukan karena dia sudah kenyang tapi hanya untuk memastikan
bahwa makanan itu cukup untuk kau makan.
Dulu aku sering mendengar ceramah para kyai tentang
makbulnya do’a seorang ibu atas anaknya. Hatiku sering menyesal setelah mendengarnya,
karena kematian ibuku berarti juga mematikan harapanku akan do’a ibuku. Tetapi
kawan, setelah menjadi seorang ibu aku menyadarinya, dalam hidup singkatnya
kala itu, meski terpisah jarak, ibuku pasti sempat berdo’a untuk kehidupanku. Setelah
jadi ibu aku baru tahu bahwa dalam setiap
helaan nafas seorang ibu dan dalam setiap sujudnya maka terselip do’a
kebaikan bagi anaknya. Aku yakin dan sudah buktikan, apa yang kudapat sekarang
adalah jawaban Allah atas do’a ibuku di masa hidup kala itu.
Kawan….., jika kamu beruntung bersamanya sampai
kelak dia berumur, bahagiakanlah dia. Jika dia mulai cerewet maka janganlah
kamu marah dan jengkel padanya. Ingatlah dulu kamu kecil, selalu
menyusahkannya.
Ketika tangannya mulai bergetar maka suapilah
dia dan janganlah mengeluh. Ingatlah dulu kamu kecil, dia juga tak pernah
mengeluh kala harus mengejarmu hanya untuk menyuapi makanan ke mulutmu meski
setelah itu kamu muntahkan dan kamu mencela masakannya.
Kalau setelah dia tua, dia selalu mengulang
cerita yang sama, janganlah kamu merasa bosan mendengarkan. Ingatlah dulu kamu
kecil, dia juga tak pernah bosan mendengar ocehanmu tentang mainan dan
kawan-kawan barumu padahal itu sudah berkali-kali kau ceritakan.
Ketika dia sudah payah berjalan sendiri dan
berharap kamu mengantarnya pergi , maka janganlah kamu berkilah dengan berbagai
alasan pekerjaan. Ingatlah dulu kamu kecil, dia sering mengajakmu jalan-jalan.
Kalau dia sudah beranjak tua dan mulai sakit-sakitan
maka sering-seringlah bersamanya. Ingatlah dulu kamu kecil, ibumu menangis dan berdoa di sampingmu ketika
suhu tubuh kamu meninggi. Kamu pun tak pernah mau jauh darinya. Sulit baginya
memicingkan mata selagi demam kamu belum turun. Ia begitu takut kehilangan kamu.
Aku akan tuliskan lagi cerita tentang pohon
apel dan anak kecil. Ketika masih kecil, seorang anak selalu bermain di bawah
pohon apel dan mengharapkan buahnya jatuh. Pohon apel merasa senang karena
selalu ditemani. Sampai akhirnya, anak itu menjadi besar dan tidak pernah
bermain lagi.
Ketika anak kecil itu datang lagi. Ia dapati
pohon apel yang tua itu sudah tidak berbuah lagi. Tapi, ia membutuhkan daun dan
ranting-rantingnya untuk suatu keperluan. Pohon apel merasa gembira karena anak
yang sudah dewasa itu datang lagi.
Akhirnya ketika pohon apel itu sudah hampir mati,
tak ada lagi buah, daun bahkan rantingnya. Si anak itu datang lagi ke pohon
apel. Ia berdialog dengan pohon tersebut. “Aku tidak butuh apa-apa lagi darimu,
baik buah maupun ranting. Yang kubutuhkan saat ini hanyalah mengenang masa
kecilku bersamamu”. Pohon apel bergumam dengan penuh kebahagiaan “Tidak
apa-apa, kedatanganmu saat ini saja sudah sangat menyenangkanku”.
Tahukah Anda tamsil cerita itu. Pohon apel itu
tak lain adalah sosok ibunda kita. Dia selalu ada dan menyambut kita ketika
kita pulang sekolah. Ia juga penyejuk hati kita ketika kita mengalami goncangan
di sekolah, dengan guru maupun teman. Bahkan, ia pun siap menjadi tong sampah,
tempat kita memuntahkan segala uneg-uneg kesedihan dan kegagalan kita.
Sekarang saatnya kita bertanya, dia dulu selalu ada untuk kita, apakah kita juga selalu ada saat dia membutuhkan kita?? Begitu besarnya perjuangan seorang ibu sehingga Nabi Muhammad SAW perlu mengulang tiga kali ‘ibumu….ibumu….ibumu’ . Bahkan dalam Al-Qur’an banyak perintah berbuat baik kepadanya.
Sekarang saatnya kita bertanya, dia dulu selalu ada untuk kita, apakah kita juga selalu ada saat dia membutuhkan kita?? Begitu besarnya perjuangan seorang ibu sehingga Nabi Muhammad SAW perlu mengulang tiga kali ‘ibumu….ibumu….ibumu’ . Bahkan dalam Al-Qur’an banyak perintah berbuat baik kepadanya.
“...dan
Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. “...dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik saya waktu
kecil".”
—(Al Isra’:23-24)
“...dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang Ibu Bapanya, Ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Maka
bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang Ibu Bapakmu, hanya kepada-Ku-lah
kembalimu.”
—(Luqman: 14)
"SELAMAT HARI IBU, I LOVE YOU MOM"
Terharu ulun membaca :')
BalasHapusSemoga mama kita yg ada didunia ini di sayang di beri rahmat & hidayah oleh Allah SWT Amiin amiin ya rab
Mampir ke alamat Blog ulun juga bu di Chuludmuhammad.blogspot.com
Amiin.. oke
Hapus